Banda Aceh (ANTARA News) - Ketua Delegasi Indonesia dalam pertemuan Komite Perikanan di Roma, Aji Sularso, mengusulkan agar Badan Pangan PBB (FAO) membentuk komite tetap nelayan kecil di PBB, meskipun negara-negara maju seperti Amerika, Kanada dan Uni Eropa menentangnya. "Negara maju menolak gagasan itu karena tidak ingin industri perikanan mereka terganggu. Padahal 50 persen sumber ikan di dunia internasional disumbangkan oleh hasil tangkapan nelayan kecil," kata Sekretaris Panglima Laot (lembaga adat laut) Aceh, M Adli Abdullah dari Roma, Jumat. Adli yang menjadi salah satu delegasi Indonesia itu menuturkan, usul Indonesia itu didukung oleh Kamboja, Thailand, India, Arab Saudi, Mesir Afrika Selatan, Muzambik, Anggola, negara-negara di Afrika dan Asia lainnya. "Sepertinya nelayan-nelayan kecil dari negara ketiga masih perlu perjuangan panjang untuk mendapat pengakuan internasional," ujarnya. Disebutkannya, pembahasan pengakuan hak-hak nelayan kecil dilakukan pada Rabu (4/3) pukul 14.45 waktu Italia (20.30 WIB). Panelis membaca hasil Konferensi UN FAO tentang penjaminan hak-hak nelayan kecil di Bangkok pada Oktober 2008. "Pembahasan hak-hak nelayan kecil ini pertama sekali diagendakan sejak PBB dibentuk pada 1947," kata Adli. Masyarakat nelayan kecil di seluruh dunia mencari rezki di laut bukan untuk memperkaya diri tetapi untuk penghidupan keluarga. "Kita sepakat, sudah sewajarnya UN FAO merevisi kode etik perikanan, dan memberikan perlindungan terhadap nelayan kecil di dunia," kata Adli yang merupakan anggota Forum Masyarakat Nelayan Dunia. Pertemuan Komite perikanan UN FAO diadakan setiap dua tahun sekali dan dihadiri oleh seluruh anggota Perserikatan Bangsa Bangsa.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009