"BPPT sudah mengekstrak 300 jenis tanaman liar dari Taman Nasional Ujung Kulon dan Gunung Halimun pada 2008," kata Deputi Agroindustri dan Bioteknologi BPPT Prof Dr Wahono Sumaryono di sela penandatanganan MoU kerjasama riset lanjutan kedua institusi itu di Serpong, Kamis kemarin.
Tahun ini, urai Wahono, 300 jenis ekstrak itu selain diriset sendiri oleh BPPT, juga dibawa ke Korea dan diriset oleh KRIBB dilengkapi Material Transfer Agreement sesuai peraturan yang ada di Indonesia.
Khasiat yang ditemukan baik oleh BPPT atau oleh KRIBB di masa depan, ujarnya, menjadi hasil yang akan bermanfaat bagi kedua pihak dan bertujuan komersil.
"Kalau 20 persen saja dari 300 jenis tanaman baru itu berkasiat sebagai obat dan bermanfaat bagi kesehatan, misalnya bagus untuk menurunkan darah tinggi atau gula darah, itu sudah luar biasa," katanya.
Kerjasama riset tersebut bagi Indonesia, ujarnya, cukup menguntungkan, karena Korea juga ikut mendanai riset tersebut senilai 100 ribu dollar AS pada 2008 dan sekitar 840 ribu Won pada 2009.
Dana tersebut antara lain untuk mendanai eksplorasi tanaman liar, koleksi, metode uji kasiat, penyediaan bahan-bahan kimia hingga pelatihan bagi peneliti BPPT di Korea.
"Kalau hanya menunggu dana APBN sangat terbatas dan lambat. Jadi kalau ada yang bisa menambah dan bisa mempercepat hasil riset, mengapa tidak bekerjasama," katanya.
Sedangkan keuntungan bagi negeri ginseng tersebut, tambahnya, KRIBBB bisa memperoleh 300 spesimen dan ekstrak tanaman tropis Indonesia untuk mereka riset.
Sementara itu Presiden KRIBB Dr Young Hoon Park mengatakan, riset ini masih sangat dini untuk menghasilkan suatu obat-obatan herbal ataupun pangan kesehatan yang bersifat komersil.
"Suatu riset bisa memakan waktu delapan hingga lebih dari 10 tahun sampai bisa menjadi komersil," katanya.
Menurut Kepala BPPT Dr Marzan Aziz Iskandar, Korea Selatan sudah sangat maju dalam soal bioteknologi dan sudah mampu melampaui Jepang.
"Jika Indonesia ingin banyak belajar soal bioteknologi yang maju, kerjasama dengan Korsel sangat bagus. Apalagi pada 2030 dunia akan masuk ke era bioekonomi," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009