kita akan tetap mencoba merumuskan kebijakan fiskal untuk meminimalkan dampak negatif yang berasal dari COVID-19
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan defisit pada APBN 2020 akan meningkat ke rentang 2,2-2,5 persen Produk Domestik Bruto, karena dampak dari wabah virus Corona baru atau COVID-19 yang telah menghambat kegiatan perekonomian global.
Sri Mulyani, di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin, mengatakan virus COVID-19 telah menekan proyeksi pagu penerimaan di APBN karena disrupsi pada permintaan dan pasokan barang di rantai pasok ekonomi global.
Melemahnya permintaan membuat banyak harga komoditas menurun, termasuk komoditas ekspor Indonesia. Hal menimbulkan implikasi terhadap penerimaan negara, misalnya dari sektor minyak dan gas bumi. Penghimpunan pajak dari sektor-sektor lainnya pun terganggu karena penyesuaian kinerja di dunia usaha, akibat COVID-19.
"Oleh karena itu nanti di APBN 2020 memang defisitnya akan meningkat. Saat ini kita mengindikasikan, defisit itu ada di dalam kisaran 2,2 hingga 2,5 persen. Namun kita akan lihat nanti dari sisi penerimaan maupun dari sisi belanjanya," ujarnya.
Adapun pada asumsi makro UU APBN 2020, pemerintah menargetkan defisit anggaran sebesar 1,76 persen Produk Domestik Bruto (PDB) atau Rp307,2 triliun. Perhitungan defisit itu berdasarkan belanja negara yang dipatok Rp2.540,4 triliun, sedangkan pendapatan negaranya Rp2.233,2 triliun.
Di tengah penerimaan negara yang tersendat, Sri Mulyani mengatakan pemerintah masih mengoptimalkan pagu belanja untuk meningkatkan kontribusi fiskal ke perekonomian. Hal itu karena ekonomi domestik membutuhkan stimulus dari instrumen fiskal yakni APBN agar dampak dari tekanan ekonomi global dapat diminimalisir.
"Untuk tahun 2020, kita akan terus menggunakan instrumen fiskal kita. Memang, suasananya memang sangat dinamis. Namun kita akan tetap mencoba merumuskan kebijakan fiskal untuk meminimalkan dampak negatif yang berasal dari COVID-19," ujar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia itu menegaskan pemerintah tidak akan lambat menanggapi dinamika perekonomian global yang sedang "berperang" menghadapi COVID-19.
Dia bersama Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sedang berkoordinasi menyiapkan kebijakan fiskal sebagai antisipasi ketidakpastian global di kuartal I 2020.
Selain COVID-19, fluktuasi harga minyak mentah dunia juga menjadi tantangan yang sedang dikalkulasi pemerintah. Pasalnya, penurunan harga minyak akan berdampak langsung terhadap penerimaan negara dari sektor energi.
"Yang kita akan fokuskan tetap akan mencoba merumuskan kebijakan. Karena situasinya masih bergerak terus. Maka yang disebut perumusan stimulus fiskal akan kita desain sesuai dengan perkembangan yang ada," ujar dia.
Baca juga: Menkeu: Defisit APBN berpotensi melebar akibat ketidakpastian global
Baca juga: Menkeu katakan realisasi defisit anggaran Januari 2020 Rp36,1 triliun
Baca juga: Anggota DPR ingatkan defisit APBN tak lebihi target
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2020