Semarang (ANTARA News) - Kemajuan teknologi informasi (TI) memunculkan kekhawatiran sejumlah pihak karena cenderung melahirkan orang-orang yang berwatak egois dan individualistis. "Bahkan, dalam beberapa hal mereka tidak memiliki wajah yang humanis," kata Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang (UNNES), Dr. Nugroho pada seminar Nasional "Pendidikan Humanisme" di Balai Kota Semarang, Kamis. Ia menganggap, kemajuan teknologi TI yang begitu kuat merambah dunia pendidikan memang banyak sisi positif yang dapat dipetik untuk meningkatkan mutu dan perluasan jangkauan pendidikan. Bahkan, di era TI berbagai informasi dan kebenaran ilmiah dapat diakses secara lebih cepat, akurat, dan tanpa kehadiran para guru. Padahal, pada era pembelajaran konvensional, guru menjadi tokoh sentral. Akhirnya, memunculkan kegamangan peran guru nantinya benar-benar akan diambil alih atau mengalami deligitimasi karena kehadiran TI. Dari sisi output, kata dia, juga memunculkan kehawatiran serupa bahwa pendidikan yang ada akan melahirkan orang-orang yang cenderung egois tak menunjukkkan wajah yang humanis. Mereka cenderung berwajah kasar dan suka memamerkan kekerasan seperti aksi kekerasan yang terjadi di sejumlah sekolah. "Cara berfikir yang sederhana ini dihubungkan dengan dampak negatif dari kemajuan TI yang cenderung nir perasaan," ujarnya. Untuk membentuk pendidikan yang humanis, katanya, guru harus memiliki pengetahuan yang luas dan harus mampu memainkan peran sebagai sumber klarifikasi nilai dan peneguhan nilai-nilai humnais. "Setidaknya, guru yang demikian dapat membantu siswa menghadapi nilai-nilai kehidupan yang selalu tidak sejalan dengan nilai-nilai humanis," jelasnya. Selain itu, pendidikan moral dapat diajarkan melalui studi sejarah, supaya tidak mengulangi kesalahan. Guru juga dituntut mampu menjadi pengembang kurikulum, kombinasi pembelajaran, dan pengembang alat evaluasi yang sebenarnya. Pendapat berbeda diungkapkan pembicara lain, Maryanto, Pembantu Rektor III IKIP PGRI Semarang mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas guru sebanding dengan kemajuan TI mengalami kendala. Ia mengatakan, tenaga pendidik yang ada sekarang sekitar 63 persen belum memiliki kualifikasi akademik S1 atau D4. Selain itu, banyak guru yang berkompetensi rendah, mengingat belum semua guru mendapatkan program peningkatan kompetensi. Padahal standar guru bermutu harus memiliki keunggulan mental, akademik, kompetensi sosial, dan kesejahteraan. "Pada era kemajuan teknologi seperti sekarang, pendidik harus mampu mengantisipasi perubahan, bukannya alergi atau menjadi korban perubahan," ujarnya. Pemerintah dituntut untuk ikut bertanggungjawab terhadap pendidik yang kurang mampu menjadi mampu sesuai tuntutan kemajuan teknologi. Untuk merealisasikan hal itu, pemerintah harus memfasilitasi beasiswa, pelatihan TI, seminar, saranan, kebijakan yang cerdas, dan rendah hati. "Guru juga harus merespon dengan meneruskan kuliah lanjutan, mengingat kemajuan merupakan kebutuhan," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009