Makassar (ANTARA) - Kementrian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menggelar sosialisasi pengawasan sikap netralisasi Aparatur Sipil Negara (ASN) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.

"Hari ini digelar sosialisasi yang melibatkan Badan Pengawas Pemilu, Kemendagri dan KASN sendiri, tujuannya untuk memberikan pemahaman kepada semua pihak agar tidak terjadi lagi pelanggaran-pelanggaran netralitas ASN," ungkap Ketua KASN, Prof Agus Pramusinto di Makassar, Senin.

Agus menegaskan ASN harus bersikap profesional karena yang menjadi tugas mereka adalah melayani publik. Sementara hal tersebut dianggap hanya bisa dijaga dengan baik ketika para ASN bersikap netral.

Pelanggaran yang kerap ditemui di lapangan, kata Agus seperti ASN ikut-ikutan deklarasi, memberikan salam tertentu hingga ikut kampanye dan sebagainya.

"Itu semua dalam aturan jelas bahwa ASN Harus menaati aturan, tidak boleh melakukan dukungan politik," tegas Agus.

"Kita tidak dalam posisi untuk membuat norma baru, kita hanya mengawasi dan semua berdasarkan aturan yang ada," tambahnya.

Berdasarkan data Kementrian Dalam Negeri, pelanggaran atau temuan tidak netralnya ASN pada pilkada per Juli 2018 sebanyak 535 kasus hingga pada hari H pencoblosan dan 157 kasus dugaan pelanggaran dari total 2.709.917 ASN di daerah pilkada.

Sementara pelanggaran tertinggi yang terjadi pada hari H pilkada ditemukan di provinsi Maluku Utara, Sulawesi Tenggara kemudian disusul Provinsi Bali.

Tahun 2020, Indonesia akan melaksanakan pilkada di sembilan provinsi, 224 kabupaten dan 37 kota.

Mengenai sanksi bagi ASN yang melanggar,
kata Agus, akan segera diproses ketika ada aduan yang masuk ke KASN maupun Bawaslu yang selanjutnya akan diproses sesuai aturannya.

"Kami akan melakukan proses ketika ada aduan entah itu lewat Bawaslu atau kami, kemudian kita melakukan analisis yang akan diserahkan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk diberikan sanksi," katanya.

Hal senada juga disampaikan Ketua Bawaslu, Abhan. Ia mengurai ada dua jenis sanksi yang akan dijatuhkan kepada ASN jika terbukti melanggar aturan netralisasi selama pilkada berlangsung, yakni pendekatan hukum administrasi atau kepegawaian dan sanksi pidana.

Menurutnya, jika pelanggaran ASN hanya memenuhi hukum administrasi, maka akan diteruskan ke KASN untuk meneruskan ke PPK yaitu Bupati, Wali Kota dan Gubernur.

"Unsur tindak pidana pemilihan menjadi kewenangan kami untuk menindaklanjuti sampai proses hukum, penyidikan, kejaksaan sampai sidang. Kita tidak bisa bekerja melampaui ketentuan undang-undang," ungkapnya.

Sementara jika rekomendasi tidak diindahkan PPK maka KASN bisa menindak lanjuti pelaporan ke presiden. "Cuma masalahnya di politisi, terjadi pembiaran, ini persoalan regulasi karena yang bisa memberikan sanksi adalah pejabat politis," tambahnya.

Oleh karena itu, Abhan mengemukakan pihaknya membuka ruang bagi siapapun jika mendapati dilakukan pelanggaran. "Maka silahkan dilaporkan ke kami, baik ASN maupun tim kampanye hingga peserta pemilu," katanya.

Sementara, kata Abhan, jika ada intimidasi terhadap pelapor maka ada lembaga yang berkewajiban untuk melindungi hak pelapor yaitu komisi perlindungan saksi. Sehingga Bawaslu akan bekerjasama dengan komisi atau lembaga yang melindungi saksi terhadap tindak pidana.

Baca juga: Bawaslu Jember kirim surat ke KASN terkait pelanggaran netralitas ASN

Baca juga: KASN ingin jadikan Banten percontohan manajemen ASN sistem merit

Baca juga: KASN-Bawaslu Makassar deklarasi netralitas ASN pada Pilkada 2020

Baca juga: Pilkada serentak ASN diingatkan tidak berpolitik praktis

Pewarta: Nur Suhra Wardyah
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020