Cirebon, (ANTARA News) - Salah satu nominator calon presiden dari Partai Golkar Sri Sultan Hamengku Buwono X tidak setuju dengan pemikiran yang mendikotomikan pemimpin nasional dari sudut pandang Jawa atau luar Jawa.

"Setelah Sumpah Pemuda 1928 yang menyatakan berbeda-beda tetapi tetap satu, apakah masih relevan mendikotomikan calon pemimpin bangsa dari unsur Jawa atau luar Jawa," katanya dalam jumpa pers di Cirebon, Kamis.

Sultan khawatir adanya dikotomi itu justru karena pola pikir dan kekhawatiran para politisi saja. "Saya tidak yakin rakyat juga berpikiran begitu," katanya yang didampingi dua Ketua DPP Golkar yaitu Enggartiasto Lukita dan Syamsul Muarif.

Ketika ditanya mengenai "persaingan" dirinya dengan Ketua Umum Partai Golkar Jusuf Kalla sebagai nominator capres Golkar, Gubernur DI Yogyakarta itu mengatakan, pada dasarnya tidak ada masalah tujuh nama nominator capres Golkar "ngotot" untuk jadi capres.

"Karena mekanisme penentuan capres Golkar itu bukan kompetisi, tetapi dengan sistem nominasi atau penjaringan yang kemudian akan diputus oleh Rapat Pimpinan Nasional Khusus (Rapimnasus) setelah Pemilu 9 April," katanya.

Jadi, lanjutnya, tidak ada persaingan atau kompetisi seperti pada Konvensi Capres dari Golkar pada 2004. "Kita menyerahkan semuanya ke partai," katanya.

Terkait koalisi parpol, Sultan mengatakan, hampir semua parpol menunggu hasil pemilu legislatif karena dari situlah baru diketahui berapa persen kekuatan parpol, yang akan dipakai untuk posisi tawar dalam berkoalisi.

"Besar kecil persentase perolehan suara partai akan berpengaruh pada negosiasi untuk koalisi. Jadi, sekarang tidak mungkin ada partai yang berani menentukan koalisi, karena untuk masuk jadi capres harus lewat parpol," katanya.(*)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009