"Saya berkarier di dunia politik sudah cukup lama karena memang ingin melakukan pengabdian pada bangsa dan Negara," ujarnya di Jakarta, Rabu.
Untuk itu, ia menambahkan, dirinya siap ditempatkan ataupun mendapatkan posisi apapun asalkan itu demi kebaikan dan kepentingan bangsa dan Negara, termasuk dipasangkan dengan Yudhoyono sebagai wapres.
Menurut Akbar, pasca dirinya tergusur dari struktur PG pun dirinya tetap memberikan kontribusinya bagi Indonesia.
"Jadi jangankan ditempatkan dalam struktur pemerintahan, di luar struktur pun saya tetap mengabdi pada bangsa dan Negara misalnya melalui AKbar Tandjung Institute yang saya dirikan," tegas Akbar.
Ketika ditanyakan bahwa dirinya dengan pengalamannya mampu menjembatani kebuntuan dan permasalahan yang terjadi terutama diantara dua capres yang menurut survey paling berpeluang, yaitu SBY dan Mega, Akbar pun hanya menjawab sambil tersenyum bahwa jika itu yang dikatakan masyarakat maka dirinya hanya berharap semoga itu benar.
"Jika dikatakan bahwa seandainya saya dipasangkan dengan SBY sebagai wapres dan menang kemudian komunikasi antara SBY yang selama ini buntu dengan Megawati dapat dijembatani karena kedekatan saya dengan keduanya, maka mudah-mudahan harapan masyarakat bisa terpenuhi," ujarnya.
Namun demikian, menurut Akbar, dirinya tetap berharap bisa menjadi capres dari Golkar. Akbar sendiri yakin dirinya akan lolos dari seleksi 7 bakal calon presiden yang saat ini tengah dijaring oleh Partai Golkar.
"Proses penjaringan bakal capres Golkar saat ini tengah berlangsung. Peluang Jusuf Kalla selaku ketua umum dan wakil presiden untuk jadi bakal capres tentu besar, tapi belum bisa disebut pasti sebab harus menunggu keputusan Rapimnas Khusus dan hasil survey sebagaimana diisyaratkan Rapimnas Oktober lalu," kata Akbar.
Mengenai klaim beberapa petinggi DPP Golkar yang menyatakan Jusuf Kalla didukung oleh semua atau 33 DPD di seluruh Indonesia, Akbar menegaskan bahwa klaim itu tidak benar.
Dirinya pun menceritakan bahwa sebelumnya ada surat dari seluruh DPD I dan DPD II Golkar kepada dewan penasehat yang meminta agar Golkar memiliki capres sendiri. DPD I kemudian mendatangi JK di rumahnya agar DPP mengakomodasi keinginan DPD-DPD itu.
Menurut Akbar, ketika DPD-DPD itu menyampaikan keinginnya agar Golkar mengusung capres sendiri, memang ada satu dua DPD seperti Sulbar dan Sulsel yang meminta kesediaan Kalla untuk menjadi capres.
Jusuf Kalla sendiri ketika itu tidak memberikan jawaban, namun kemudian hal itu berkembang dan ia pun menyatakan kesiapannya menjadi capres.
"Jadi tidak benar jika seluruh DPD mendukung JK," katanya.
Sementara itu Pengamat Politik dari Universitas Indonesia, Arbi Sanit, menilai jika SBY berpasangan dengan Akbar maka hal itu akan lebih potensial bagi SBY sendiri.
Akbar, menurutnya, lebih punya pengaruh dan sebagai politisi handal dan ahli dalam melakukan manuver-manuver politik, maka itu bisa membuat pemerintahan lebih halus jika duet itu terwujud.
"Selain itu Akbar yang berasal dari Sumatra tentunya akan lebih berpengaruh pada pemilih dibandingkan dengan JK yang berasal dari Makasar. Ini karena Sumatera tentunya memiliki jumlah pemilih yang lebih banyak dari Sulsel misalnya," tegasnya.
Arbi juga menilai Akbar lebih mampu menjembatani dua kekuatan politik yang selama ini terlihat tidak akur.
"Akbar punya hubungan historis dengan Megawati, dan dengan SBY pun dia berhubungan baik. Dua kekuatan ini, yang satu personal yang satu lagi partai yang kuat, bila bisa disatukan visinya membangun bangsa maka akan sangat baik hasilnya," jelasnya.(*)
Editor: Heru Purwanto
Copyright © ANTARA 2009