Jakarta (ANTARA News) - Anggota DPR Bulyan Royan mengaku tidak menyadari perbuatannya menerima uang dari rekanan Departemen Perhubungan (Dephub) dalam proyek pengadaan kapal patroli termasuk perbuatan pidana. "Saya tidak tahu sama sekali bahwa hal seperti itu salah menurut peraturan perundangan yang berlaku di negeri ini," kata Bulyan ketika menyampaikan nota pembelaan sebagai terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu. Bulyan beralasan, dia tidak bisa mengubah pengalaman selama puluhan tahun sebagai pengusaha dalam waktu singkat. Bulyan mengaku membutuhkan waktu dua tahun sampai tiga tahun untuk mengubah tabiat sebagai pengusaha menjadi perilaku politikus. "Di dalam dunia bisnis sah-sah saja menerima sesuatu dari seorang pengusaha ke pengusaha lain," kata Bulyan. Sementara itu, tim penasihat hukum Bulyan menyatakan, kliennya tidak bisa didakwa melakukan tindak pidana korupsi karena uang yang diterimanya tidak terkait dengan pelaksanaan proyek pengadaan kapal patroli. Menurut tim penasihat hukum, Bulyan tidak terbukti menerima uang untuk meloloskan sejumlah perusahaan untuk menjadi rekanan proyek di Departemen Perhubungan. Pihak yang berhak meloloskan rekanan adalah panitia lelang. Surat dakwaan tim Jaksa Penunttu Umum (JPU) mengungkapkan Bulyan Royan telah meminta dan menerima uang dari beberapa rekanan Departemen Perhubungan dalam proyek pengadaan sejumlah kapal patroli. Tender proyek kapal patroli di Dephub diikuti oleh beberapa rekanan, antara lain PT Binamina Karya Perkasa, PT Carita Boat Indonesia, PT Proskuneo Kadarusman, PT Sarana Fiberindo Marina, dan PT Febrite Fiberglass. Pada Agustus 2007, menurut tim JPU, Bulyan bertemu dengan para pengusaha di Hotel Crown Jakarta, dan meminta mereka menyerahkan sumbangan sebesar delapan persen dari pagu proyek dan biaya operasional sebesar Rp250 juta per pengusaha untuk setiap proyek. Atas permintaan itu, Bulyan kemudian menerima penyerahan uang sebesar Rp200 juta dari pengusaha PT Febrite Fiberglass. Bulyan kembali menerima Rp500 juta dari salah satu pengusaha, Hosea Liminata. Hosea menyerahkan uang itu dalam dua tahap, yaitu pada Oktober 2007 dan November 2007. Pada bulan yang sama, Bulyan secara berturut-turut menerima Rp300 juta dari pengusaha Kresna Santosa dalam dua kali penyerahan, serta Rp100 juta dari Dedy Suwarsono. Dedy Suwarsono, pemilik PT PT Binamina Karya Perkasa, kembali menyerahkan Rp50 juta kepada Bulyan. Hal yang sama juga dilakukan Chandra, pengusaha PT Sarana Fiberindo Marina, dan Kresna Santosa dari PT Proskuneo Kadarusman yang masing-masing menyerahkan Rp100 juta dan Rp200 juta. Pada Januari 2008, menurut dakwaan tim JPU, Bulyan menghubungi Dedy dan meminta penyerahan sisa dana operasional. Dedy kemudian memenuhi permintaan itu dengan menyerahkan Rp100 juta kepada Bulyan. Setelah itu, Bulyan mengadakan pertemuan dengan para pengusaha di Hotel Borobudur, Jakarta, pada 24 Juni 2008. Saat itu Bulyan memberikan nomor rekening atas nama PT Tetra Dua Sisi agar para rekanan bisa segera mentransfer uang sesuai kesepakatan. Tim JPU menyatakan, Dedy mengirim Rp1,43 miliar melalui rekening tersebut. Uang itu kemudian dicairkan oleh Bulyan dalam dua tahap, yaitu sebesar 80 ribu dolar AS pada 27 Juni 2008 dan 66 ribu dolar AS serta 5.500 euro pada 30 Juni 2008.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009