ASN netral tetapi berhak memilih, karena mereka menduduki jabatan sipil. Berbeda dengan TNI/Polri yang memiliki senjata.

Kupang (ANTARA) - Pakar hukum administrasi negara dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Dr Johanes Tuba Helan SH MHum mengatakan, posisi politik ASN dan TNI/Polri dalam pemilu berbeda atau tidak bisa disamakan.

"ASN netral tetapi berhak memilih, karena mereka menduduki jabatan sipil. Berbeda dengan TNI/Polri yang memiliki senjata," kata Johanes Tuba Helan, di Kupang, Senin.
Baca juga: DKPP ingatkan netralitas ASN dan politik uang jelang pilkada serentak

Dia mengemukakan pandangan itu, berkaitan dengan banyaknya ASN di NTT yang terlibat dalam pilkada serentak 2020, dan kenapa posisi ASN tetap dipertahankan untuk memilih, sedangkan personel TNI/Polri dilarang, padahal mereka sama-sama adalah pelayan publik.

Menurut dia, posisi ASN adalah jabatan sipil, sementara TNI/Polri memiliki senjata, sehingga dikhawatirkan akan menyalahgunakan jabatan untuk menekan masyarakat dalam memilih calon tertentu.

"Soal ASN yang memiliki hak dipilih apabila menjadi calon, maka harus mundur atau diberhentikan, jadi tidak ada masalah," katanya pula.

Dia menambahkan, UU tentang ASN tidak perlu direvisi karena pengaturan sekarang mengenai posisi politik ASN dan TNI/Polri sudah tepat.

Justru menurutnya, negara harus tetap mengupayakan, jika demokrasi sudah mapan, maka TNI/Polri juga boleh memilih, karena hak politik yang dijamin oleh konstitusi.
Baca juga: Komisi ASN ingatkan netralitas jelang pilkada serentak

Mengenai netralitas ASN, dia menjelaskan, netral artinya tidak terlibat sebagai tim pemenangan atau sebagai tim kampanye pasangan calon tertentu.

"Sedangkan hak memilih merupakan implementasi dari hak konstitusional warga negara," kata Johanes Tuba Helan menjelaskan.

Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2020