Jakarta (ANTARA News) - Capres dari Partai Hanura Wiranto menilai demokrasi yang berkembang di tengah-tengah bangsa Indonesia adalah demokrasi yang penuh dusta.

"Demokarsi yang ada dimanipulasi sedemikian rupa untuk meneguhkan praktik-praktik yang justru tidak demokratis," ujarnya saat berbicara dalam acara Forum PPP Mendengar di Kantor DPP PPP Jakarta, Selasa malam.

Wiranto mencontohkan saat pilkada, banyak sekali persoalan yang justru memperkeruh kondisi masyarakat dan bahkan sempat pula merenggut nyawa.

Jadi, ia menambahkan, demokrasi yang berlangsung saat ini telah salah arah dan harus diluruskan.

"Kalau kita biarkan terlelap dengan kondisi seperti ini, saya tidak tahu lagi bagaimana wajah bangsa ini lima tahun ke depan," ujarnya.

Menurut Ketua Umum Partai Hanura itu, demokrasi yang harus dibangun bangsa ini adalah yang mengedepankan tanggungjawab dan akuntabilitas publik.

Selain itu demokrasi itu juga bukan lagi sekedar prosedural, tetapi lebih pada substansi berdemokrasi.

Lebih lanjut Wiranto mengungkapkan bahwa sebagai matan Panglima TNI, dirinya tahu persis proyeksi berbagai ancaman terhadap eksistensi bangsa ini.

Karenanya, menurut Wiranto, bangsa ini harus melakukan berbagai perubahan secara radikal.

"Jika perubahan itu hanya biasa-biasa saja, kita tidak akan mampu mengejar ketertinggalan sebagai bangsa dari negara lain," ujarnya seraya menambahkan bahwa bangsa ini penuh dengan ketidakpastian sehingga yang dibutuhkan adalah memberikan kepastian-kepastian.

Wiranto juga menekankan bahwa yang diperlukan bangsa ini untuk bangkit adalah percepatan pembangunan dengan strategi kebijakan yang lugas dan tegas.

Sesaat sebelumnya Ketua Umum DPP PPP Suryadharma Ali menanyakan soal bagaimana pandangan Wiranto terhadap Islam.

"Adakah porsi yang memadai untuk kalangan ini nanti ketika Wiranto terpilih sebagai presiden," ujarnya.

Sepanjang pemerintahan Orde Baru, ujar Suryadharma, Islam selalu terpinggirkan dan kemesraan hanya terjalin saat menjelang pemilu saja. Setelah itu aspirasi umat Islam banyak terpinggirkan.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009