Jakarta (ANTARA) - Posisinya tersempil di antara restoran-restoran besar yang berjejer di jalan Cikajang, Senopati, Jakarta Selatan.

Terletak di atas klinik kulit, kita harus melewati tangga sempit menuju Bubur Cap Tiger. Tak mengherankan kenapa restoran bubur China ini satu gedung dengan klinik, sebab pemiliknya adalah dokter kulit.

Begitu membuka pintu, kita seakan diajak naik mesin waktu ke Hong Kong yang dipadukan dengan toko-toko pecinan era 1950-an.

Film Hong Kong "In The Mood for Love" jadi salah satu inspirasi dekorasi.

Dinding yang dihiasi tegel, sisi lain dilapisi motif-motif bernuansa merah. Pintu yang menghadap ke bagian luar berwarna hijau telur asin.

Meja-mejanya warna merah menyala, warna yang lazim ditemui di pecinan, begitu pula dengan celemek para pekerja. Restorannya sempit dan memanjang dengan kapasitas sekitar 50 orang.

Hiasan di dalam restoran Bubur Cap Tiger (ANTARA/Nanien Yuniar)

Hiasan dan lukisan bertema harimau ada di mana-mana. Semuanya diburu sendiri oleh John Darmawan sang pemilik Bubur Cap Tiger.

Dia mencari hiasan untuk restoran di Indonesia, Hong Kong, Myanmar, Korea Selatan hingga Nepal. Ada juga foto-foto yang ia dapatkan dari Rio Motret.

Restoran yang hampir menginjak usia setahun terinspirasi dari bubur China yang banyak dijual di kawasan Mangga Besar. Ruh bubur Mangga Besar ia kemas menjadi lebih modern di Jakarta Selatan yang dipenuhi restoran mewah dan elegan.

Baca juga: Bubur jewawut kaya gizi untuk berbuka puasa

Baca juga: Arina Dhisya gemari bubur biji salak untuk berbuka

Baca juga: Bubur Ayam Lapangan "Bu Nani" Masuk Istana

Bubur Cap Tiger (ANTARA/Nanien Yuniar)

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2020