Hua Hin (ANTARA News) - Seusai KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin, Thailand, setumpuk "pekerjaan rumah" (PR) menanti untuk diselesaikan.

Itu terkait sejumlah hal yang dicanangkan bersama para pemimpin ASEAN untuk menggalang potensi kekuatan ekonomi, penegakan HAM dan menyatukan rakyat yang berbeda-beda tingkat kemajuan ekonomi, budaya dan agama, agar menyatu menjadi "bangsa ASEAN".

Sebagai seorang "warga negara" ASEAN, kata PM Thailand Abhisit Vejjajiva pada pembukaan KTT ASEAN di Hua Hin, akhi minggu lalu, ia ingin bergandeng tangan dengan rakyat di negara ASEAN lainnya untuk menjadikan ASEAN sebagai nama keluarga, tidak hanya bagi rakyat di kawasan Asia Tenggara, juga melewati tapal batas kawasan itu.

Upaya menyadarkan masyarakat mengenai pentingnya ASEAN, menurut Abhisit, merupakan tantangan berat karena kebinekaan bangsa-bangsa di kawasan ini membuat pengakuan bahwa mereka adalah bagian dari ASEAN masih rendah.

"Masih banyak yang harus dikerjakan untuk membuat rakyat mengakui bahwa mereka adalah bangsa ASEAN," kata Abhisit.

Dari Lam Taen, Bangkok, yaitu lokasi deklarasi pembentukan ASEAN pada 8 Agustus l967, hingga Cha-am, Hua Hin, lokasi KTT ASEAN ke-14, Abhisit menuturkan, para pendahulu telah mengantarkan mimpi mereka untuk menuntaskan pembentukan ASEAN menjadi institusi yang berorientasi pada rakyat, dan komunitas ASEAN yang dinamis dan bersahabat terhadap semua.

Besarnya peran masyrakat bagi sukses-tidaknya ASEAN, juga ditekankan oleh Sekjen ASEAN, Surin Pitsuwan. Masyarakat madani ASEAN, menurut Pitsuwan, bertanggung jawab untuk mengisi roh Piagam ASEAN dan membuat agar para pemimpin ASEAN mampu melakukannya.

Buku saku berwarna hijau (Piagam ASEAN), tutur Pitsuwan, bukan penggalan literatur,  tetapi sebuah dokumen yang menjamin ruang keterlibatan rakyat.  

Di bidang penegakan HAM yang diamanatkan Piagam ASEAN, langkah maju telah dicapai dengan disepakatinya rencana untuk membentuk Badan HAM ASEAN (AHRB) yang akan difinalisasikan pada pertemuan Menlu ASEAN, Mei.
Pembentukan AHRB dicantumkan dalam pasal 14 Piagam ASEAN.

Walaupun ada ungkapan pesimistis sejumlah kelangan mengenai keberadaan AHRB, apakah tidak akan berbenturan dengan nilai-nilai tradisional yang menengahkan prinsip "non-interferensi" dan musyawarah-mufakat, juga mengenai efektivitaS AHRB dalam menangani kasus-kasus pelanggaran HAM, rencana pembentukan AHRB ini dinilai sebagai langkah maju.

Penilaian positif juga disampaikan oleh pihak-pihak luar di luar ASEAN mengenai tekad para pemimpin ASEAN dalam KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin untuk mendorong pembentukan AHRD yang akan menangani kasus-kasus pelanggaran di kawasan Asia Tenggara.

Utusan Uni Eropa untuk ASEAN, Marc Trentesbeau menilai, pencantuman pasal pembentukan AHRB di dalam Piagam ASEAN merupakan langkah signifikan dan jawaban yang tepat bagi ASEAN untuk menerapkan nilai-nilai HAM dan kebebasan dasar.

Ia mengambil contoh, saat Uni Soviet menandatangani Kesepakatan Helsinki pada l975 (antara lain berisi penghormatan terhadap HAM dan Kebebasan Dasar) banyak orang bersikap sinis dan skeptis, bekas negara tirai besi itu akan serius melakukannya. Kenyataannya sekarang, keadaan HAM di Rusia saat ini jauh lebih maju.

Sementara Dubes Jerman untuk Indonesia, Baron Paul von Maltzahn mengemukakan, penegakan HAM memerlukan proses panjang yang tidak bisa dituntaskan dalam sehari, namun dengan keberadaan AHRB nanti diharapkan akan terjalin komunikasi dan interaksi lebih giat oleh para pejabat atau mereka yang menangani masalah itu.

Von Maltzhan juga menilai pentingnya peranan media massa untuk terus-menerus menyuarakan perbaikan penegakan HAM.

"Seperti di Indonesia, media dengan gencar, hampir setiap hari memberitakan kasus-kasus korupsi. Ini sangat membantu upaya mewujudkan pemerintahan yang bersih, " ujarnya.

Para Dubes negara-negara Uni Eropa di ASEAN termasuk dubes untuk RI hadir di Hua Hin sebagai pengamat KTT ke-14 ASEAN.

Namun sikap lebih behati-hati diutarakan kalangan ASEAN sendiri, misalnya oleh Dirjen Urusan ASEAN Departemen Luar Negeri Thailand Vitavas Srivihok yang mengakui bahwa isu HAM di tiap-tiap negara ASEAN berbeda satu dan lainnya dan juga sensitif.

"Jadi saya kira baiknya negara-negara ASEAN untuk mengembangkannya secara bertahap, " kata Srivihok dan berharap agar warga dan masyarakat madani di ASEAN ikut mendorong terwujudnya mekanisme HAM di kawasan ini.

Nada agak pesimistis juga dilontarkan oleh PM Malaysia Ahmad Badawi yang juga mengakui bahwa penegakan HAM di ASEAN memang sulit akibat tingkat pencapaian demokratisasi, pengalaman, perjalanan sejarah, dan agama di sepuluh negara ASEAN.

Pertanyaannya, kata Badawi, bagaimana ASEAN mampu mengatasi perbedaan yang ada dan maju bersama dengan hal-hal yang disepakati.

Insiden unjukrasa aktivis HAM Myanmar dan Kamboja yang ditolak untuk bertemu dengan kedua pemimpin negara itu dalam pertemuan antara pemimpin ASEAN dengan masykarat madani di tengah KTT ASEAN ke-14, Hua Hin, dinilai sebagai "citra negatif" bagi upaya ASEAN menjadi lembaga yang terbuka dan merakyat.

Begitu pula dengan penyelesaian masalah pengungsi Rohingya dari Myanmar yang menjadi ujian bagi ASEAN untuk menyelesaikannya bersama-sama.

                 Hindari proteksi
Di sektor ekonomi, tekad untuk menggalang kekuatan potensi ekonomi ASEAN dan menentang praktek proteksionis untuk mengatasi krisis keuangan gaalobal tampak dalam deklarasi akhir KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin.

Dalam Deklarasi Hua Hin yang ditandatangani sepuluh pemimpin ASEAN di akhir KTT-14 ASEAN ditegaskan lagi komitmen mereka terhadap integrasi regional di sektor pembangunan ekonomi, sosial, dan budaya pada 2015.

PM Thailand Abhisit Vejjajiva yang memimpin KTT ASEAN ke-14 mengemukakan bahwa para pemimpin ASEAN sepakat untuk meningkatkan kemitraan untuk mendorong negosiasi liberalisasi perdagangan Putaran Doha dalam kerangka Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) dan menolak praktek proteksi dalam kegiatan ekonomi.

Seruan agar ASEAN tidak ikut-ikutan latah melakukan proteksi terhadap produknya dilontarkan oleh sejumlah tokoh dan pakar ekonomi yang menilai aksi semacam itu akan menjadi bumerang bagi pelakunya.

Presiden Bank Pembangunan Asia Haruhiko Kuroda menyarankan agar negara-negara ASEAN tidak melakukan praktek proteksi, baik dengan memberikan subsidi ekspor maupun pengenaan tarif bea impor lebih tinggi dalam upaya membangkitkan kembali roda-roda perekonomiannya.

Langkah yang perlu diambil, menurut Kuroda, ialah penguatan koordinasi dalam kebijakan pengendalian devisa.

Kuroda menilai, di masa mendatang, kerjasama regional dirasakan lebih penting karena mata uang di kawasan Asia akan terapresiasi lagi jika kebutuhan terhadap dolar AS melonggar dan arus investasi balik ke kawasan ini.

Ia juga memuji kerjasama ASEAN dan ketiga negara mitranya dalam pertemuan antar menteri keuangan ASEAN dan Jepang, Korsel, dan China (ASEAN + 3) di Phuket, Thailand,  menjelang KTT ASEAN ke-14 untuk meningkatkan dana siaga dari 80 milyar dolar menjadi 120 milyar dolar AS.

Dana tersebut, yang 80 persen disediakan oleh Jepang, Korsel dan China, serta sisanya, 20 persen oleh negara-negara ASEAN, akan digunakan untuk membantu negara-negara ASEAN yang kesulitan likuiditas akibat tekanan terhadap nilai mata uangnya.

Pemerintah Jepang melalui Bank untuk Kerjasama Internasional (JBIC) memberikan komitmen berupa jaminan bernilai 1,5 milyar dolar AS kepada pemerintah Indonessia untuk mengeluarkan obligasi asing (foreign bonds) di pasar modal Jepang dalam denominasi Yen.

Sejauh ini belum dikonfirmasikan kapan Indonesia akan mengeluarkan obligasi tersebut, namun menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani, hal itu akan sangat bergantung pada situasi keuangan global.  

PM Thailand Abhisit Vejjajiva sebelumnya lebih lugas lagi menyerukan agar negara-negara ASEAN mengubur "setan" proteksi perdagangan yang sudah dipraktekkan berbagai negara sejak enam dekade lalu karena terbukti telah menjerumuskan pelakunya ke "jurang yang dalam".

ASEAN, menurut Abhisit, harus memberitahukan kepada dunia bahwa proteksi, baik dalam bentuk hambatan tarif maupun non-tarif harus segera diakhiri.

Ungkapan senada juga dilontarkan PM Singapura Lee Hsien Loong yang mengingatkan akan maraknya aksi proteksi dagang oleh sejumlah negara yang terkena dampak resesi keuangan dunia.

Lee menilai, tidak seorangpun bisa meramalkan sampai kapan resesi keuangan akan berlangsung, namun menurut dia, proyeksi yang dinyatakan pada masa lalu sering dirasakan terlalu optimistis.

Mengenai kampanye "Buy American" yang dilontarkan Presiden AS Barack Obama baru-baru ini untuk menggalakkan penggunaan produk dalam negerinya, Lee menilai, hal itu hal yang lumrah saja.

"Jika (suatu) pemerintah mengeluarkan uang, maunya adalah agar uang itu dibelanjakan di dalam negeri. Jika menciptakan lapangan kerja, tentunya peluang itu dibuka untuk rakyatnya. Semua pemerintahan berfikir begitu, " kata Lee.

Masalahnya, kata PM Singapura itu, jika seluruh negara melakukannya, perdagangan internasional akan anjlok, dan semua orang menjadi miskin.

"Orang bisa melakukan secara sendiri-sendiri sepanjang dunia tidak melakukan aksi serupa. Tetapi ini kan tidak mungkin," katanya seraya menambahkan: "Akan terjadi aksi saling-balas yang merugikan satu dan lainnya".

Yang penting, menurut Lee, ASEAN hendak menyampaikan pesan yang tegas kepada dunia bahwa kawasan ini terbuka bagi kegiatan bisnis, ASEAN harus memacu perdagangan dan investasi antar sesama negara anggota.

Ke luar, ASEAN harus melanjutkan kerjasama dengan mitra-mitranya berdasarkan pinsip perdagangan yang fair dan melanjutkan sistem perdagangan bebas tanpa proteksi.

Sejumlah kesepakatan yang telah dicapai dalam KTT ASEAN ke-14 di Hua Hin, baik di sektor ekonomi, penegakan HAM dan membuat masyarakat ASEAN bersatu menjadi bangsa yang bernaung di bawah panji ASEAN akan terus diuji.(*)

Oleh oleh Nanang Sunarto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009