(ANTARA News) - Sebagaimana ketua-ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) sebelumnya, kali ini Thailand pun memilih satu tema khusus sebagai penanda pertemuan puncak ke-14 ASEAN di Hua Hin, 27 Febuari-1 Maret 2009.

Menandai tahun pertama pemberlakuan Piagam ASEAN --komitmen bersama ASEAN untuk menjadi organisasi yang lebih berdasarkan hukum--, Thailand yang memperoleh giliran memimpin ASEAN di tahun bersejarah ini memilih tema "Piagam ASEAN untuk Rakyat ASEAN (ASEAN Charter for ASEAN Peoples)."

Perdana Menteri baru Thailand Abhisit Vejjajiva dalam lawatannya ke Jakarta, Indonesia, pekan lalu mengatakan bahwa tema itu dipilih untuk menghapus persepsi bahwa ASEAN adalah organisasi yang hanya digerakkan oleh para pemimpin dan pemerintahan.

"ASEAN yang baru akan bekerja erat dengan pihak-pihak regional bukan negara seperti anggota parlemen, sektor swasta dan kelompok madani," ujar PM THailand itu.

Predikat elit yang menaungi ASEAN sudah sejak lama diakui oleh sejumlah kalangan, salah satunya oleh pengamat politik internasional dari LIPI Ikrar Nusa Bakti, karena ASEAN hingga saat ini masih dikuasai oleh kalangan birokrat dan pengamat politik.

Menurut Ikrar , dalam empat dasawarsa perjalanannya ASEAN memang masih terpusat pada negara anggota (member state) bukan ASEAN nya secara keseluruhan. Padahal ASEAN harus dimiliki oleh banyak kalangan karena ASEAN harusnya dapat memberi makna bagi negara anggota dan negara di luar kawasan.

Ia juga sempat mempertanyakan keputusan ASEAN untuk mengkampanyekan keberadaan ASEAN dengan pemasangan logo ASEAN di pesawat Garuda Indonesia pada ulang tahun ke-40 ASEAN.

Hal tersebut, ujarnya, membuktikan bahwa ASEAN hingga saat ini belum ada di setiap sanubari manusia ASEAN.

Dalam rangka untuk menghapus predikat elit itu maka menurut Menlu Hassan Wirajuda, ASEAN sepakat merancang Piagam ASEAN --komitmen bersama ASEAN untuk menjadi suatu organisasi yang berdasarkan hukum-- dalam tiga pilar, yaitu politik dan keamanan, ekonomi serta sosial dan budaya.

Ketiga pilar itu akan menjembatani ASEAN menuju cita-citanya kepada Komunitas ASEAN 2015.

Ia mengatakan bahwa Piagam yang disepakati oleh 10 kepala negara dan kepala pemerintahan ASEAN dalam KTT ke-13 ASEAN di Singapura itu sekalipun menjadi instrumen yang berfungsi sebagai hukum dasar atau kerangka kerja legal, namun akan tetap fleksibel sehingga dapat beradaptasi dengan perubahan lingkungan.

Hasan Wirajuda menambahkan, untuk menghidupkan Piagam ASEAN diperlukan kerja semua pihak yang merupakan pemangku kepentingan ASEAN, baik pihak pemerintahan, legislatif, akademis, masyarakat madani atau sektor bisnis swasta.

"Hidupnya ASEAN terletak pada kesukarelaan dan kesungguhan anggota pemerintahan untuk menyesuaikan dengan semangat dan kandungan piagamnya," katanya.

Kelangsungan ASEAN, lanjut dia, juga terletak pada kepentingan dari masyarakat negara-negara anggotanya dan seluruh pemangku kepentingan dalam menjalankan kerja bersama ASEAN, dan partisipasi mereka dalam pekerjaan tersebut.

Dalam upaya itu mewujudkan suatu organisasi yang lebih berbasis pada masyarakat itulah maka dalam pertemuan puncak ke-14 ASEAN, para kepala negara kepala pemerintahan ASEAN melakukan pertemuan dengan tokoh pemuda , kalangan masyarakat madani dan perwakilan parlemen.

Menurut Direktur Jenderal ASEAN Deplu Djauhari Oratmangun,masing-masing pertemuan itu diagendakan berlangsung selama 30 menit hingga satu jam.

"Pada pertemuan itu setiap negara diwakili oleh satu orang yang kemudian akan menyampaikan pernyataan," katanya. Dalam pertemuan kepala negara- kepala pemerintahan ASEAN dengan perwakilan dari parlemen ASEAN, parlemen Indonesia diwakili Ketua DPR Agung Laksono dan anggota Komisi I Abdillah Toha sedangkan dalam pertemuan dengan kelompok masyarakat madani, Indonesia diwakili oleh Koordinator Kelompok Kerja Hak Azasi Manusia (HRWG) Rafendi Djamin.

Pengamat hubungan internasional Universitas Indonesia Hariyadi Wiryawan menilai hal itu sebagai langkah yang sangat positif guna menghapus citra elit ASEAN.

"Saya pikir itu menunjukkan adanya gerak maju untuk mulai mendekati isu-isu penting di ASEAN dengan melibatkan elemen-elemen utama dalam pencapaian tiga pilar ASEAN, terutama sosial budaya pada 2015," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN Surin Pitsuwan. Dalam sesi wawancara dengan wartawan asing di Bangkok, Thailand, Surin mengatakan bahwa para pemimpin ASEAN ditantang untuk mewujudkan harapan besar dunia internasional dalam KTT ke-14 ASEAN.

"Dunia memandang ASEAN lebih serius sekarang, terutama karena sekarang ASEAN telah memiliki Piagam," katanya. Menurut dia, ASEAN berhak memperoleh apresiasi atas komitmennya pada Piagam, namun itu bukan berarti mengharapkan keajaiban.

Surin juga mengatakan bahwa dari tiga pilar ASEAN --keamanan dan politik, ekonomi serta sosial dan budaya--, pilar terakhir merupakan kunci utama.

"Pilar sosial dan budaya mungkin merupakan yang paling menentukan kesuksesan dua pilar yang lain."

Tanpa semangat memiliki dan kebersamaan, lanjut dia, akan sangat sulit untuk memiliki identitas tunggal ASEAN yang akan menjadi dasar yang kuat mewujudkan Komunitas ASEAN 2015.

Saat ditanya mengenai perbandingan ASEAN dengan Uni Eropa, Surin mengatakan bahwa Uni Eropa "telah dan tetap menjadi inspirasi kami" namun ia menekankan bahwa "(Uni Eropa) bukan sebuah model". Pada kesempatan itu mantan Menlu Thailand tersebut juga menyampaikan harapannya agar dibawah kepemimpinan Thailand, ASEAN mampu merespon masalah-masalah regional dan global.

Dalam kaitannya dengan upaya bersama dunia internasional mengatasi dampak krisis keuangan global, Surin mengatakan bahwa Thailand selaku ketua bergilir ASEAN diundang untuk menghadiri forum itu bersama dengan Sekjen ASEAN dan Indonesia yang telah terlibat lebih dahulu dalam forum dunia tersebut.(*)

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009