Hua Hin (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan bahwa tidak ada suatu "resep ajaib" untuk menyelesaikan dampak dari krisis keuangan yang saat ini dialami hampir seluruh negara di dunia, termasuk negara-negara di kawasan Asia Tenggara.
"Berkaitan dengan kerja sama regional untuk meminimalkan dampak resesi ekonomi global memang tidak ada resep ajaib, tidak ada satu solusi instan, semua menyadari resesi ini dalam, semua negara-negara maju terpukul pasarnya menciut, ekspor kita terganggu, dan sejumlah masalah yang dialami oleh semua bangsa temasuk ASEAN," kata Presiden kepada sejumlah wartawan Indonesia seusai KTT ke-14 ASEAN di Hua Hin, Thailand, Minggu.
Kepala Negara mengatakan bahwa masing-masing negara telah melakukan apa yang bisa dilakukan, termasuk Indonesia untuk meminimalkan dampak krisis keuangan itu, baik di tingkat kawasan melalui ASEAN maupun di tingkat multilateral melalui misal, G20.
"Masing-masing negara juga ingin melakukan banyak hal untuk tidak memperburuk perekonomian global, berusaha untuk pada akhirnya menghentikan resesi dan kemudian ekonomi dunia bisa tumbuh kembali," katanya.
Namun, lanjut Presiden, segala upaya itu memiliki keterbatasan sehingga digalang kerja sama kawasan dan multilateral.
Indonesia, menurut Presiden telah menyampaikan tiga tingkatan skema kerja sama mengatasi krisis keuangan global dalam forum G20 tahun lalu di Amerika Serikat.
"Ketiga tingkatan itu adalah (kerjasama) secara multilateral, regional dan nasional," katanya.
Kepala Negara kemudian menjelaskan bahwa pada tataran regional Indonesia bekerjasama dengan ASEAN membentuk suatu Inisitaif Chiang Mai.
"Harapan kita Inisitiaf Chiang Mai bisa segera diimplementasikan. Kita tahu (dana bersama Inisiatif Chiang Mai) dari 80 miliar dolar AS telah menjadi 120 miliar dolar AS dan pada Mei di Bali akan ada pertemuan tingkat Menkeu ASEAN+3 bersamaan dengan pertemuan tahunan Bank Pembangunan Asia (ADB)," katanya.
Presiden berharap dalam pertemuan itu dapat diatur dengan jelas mengenai mekanisme penyaluran dan tata cara penggunaan dana itu.
Selain Inisiatif Chiang Mai, lanjut Presiden, ASEAN juga sepakat untuk meningkatkan kerja sama ekonomi intra ASEAN, baik di bidang perdagangan maupun investasi serta sepakat untuk tidak melakukan proteksionisme.
"Didorong jangan sampai kita masing-masing menutup diri sehingga makin buruk masa depan perekonomian kita," ujarnya.
Kemudian, kata Presiden, Indonesia sebagai Ketua IMT GT (Indonesia, Malaysia, Thailand Growth Triangle) dan BIMP EAGA (Brunei, Indonesia, Malaysia, Filipina East ASEAN Growth Area) secara khusus menyampaikan usulan agar kerjasama sub-kawasan di masa mendatang dapat memperoleh paket stimulus yang dikeluarkan oleh baik negara maupun lembaga keuangan untuk pembangunan infrastruktur lokal.
Kepala Negara yang saat itu didampingi oleh Ibu Ani Yudhoyono, Menlu Hassan Wirajuda, Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani, Menteri Perdagangan Mari Pangestu dan Mensesneg Hatta Rajasa juga mengatakan bahwa penurunan harga minyak dunia mengakibatkan krisis keuangan itu tidak terlalu memukul negara-negara di Asia Tenggara.
"Sekarang harga minyak memang sedang turun sehingga tidak terlalu memukul negara-negara ASEAN tapi mengingat begitu permintaan secara global naik maka harga minyak dapat naik lagi maka ASEAN juga menyepakati Kerjasama Ketahanan Energi ASEAN," katanya. Kerja sama itu meliputi pencarian sumber daya baru dan energi alternatif.
Belajar dari bencana krisis pangan yang sempat mencemaskan sejumlah negara di dunia, ASEAN juga menggalang kerjasama ketahanan pangan.
"Kita menyadari sangat potensial untuk mengintegrasikan pertanian di kawasan ASEAN, padi atau beras misalnya. Kita punya teknologi, lahan, sehingga kalau itu bisa diintegrasikan sistem pengembangan dan mekanismenya maka ASEAN akan memiliki ketahanan pangan yang lebih baik lagi," ujarnya.(*)
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2009