Bandung (ANTARA News) - Direktur Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Made Sukada mengatakan utang luar negeri milik swasta yang jatuh tempo pada 2009 senilai 17,4 miliar dolar AS. "Ini (utang) berdasarkan data BI yang didasarkan loan agreementnya (persetujuan pinjaman) milik swasta," katanya dalam pelatihan wartawan perbankan yang diadakan BI di Bandung, Sabtu. Menurut dia, jumlah utang luar negeri yang jatuh tempo tersebut masih dalam taraf yang bisa dikendalikan. "Apalagi kan kebanyakan tidak dibayar tunai lunas, biasanya masih bisa direstrukturisasi (diperpanjang)," katanya. Ia mengatakan, perpanjangan waktu pembayaran utang biasa terjadi di swasta. "Biasanya karena memang kedekatan bisnis, atau merupakan anak perusahaannya, sehingga bisa di perpanjang," katanya. Sehingga menurut dia, hal ini diharapkan tidak akan menekan nilai tukar rupiah. "Kita sudah siap, dan mereka kan tidak serta merta semua langsung membayar utang, kan ada jangka waktunya sendiri-sendiri," katanya. Sementara itu terkait nilai tukar rupiah, menurut dia, saat ini tekanan eksternal sangat kuat. Hal ini karena adanya penarikan dana oleh AS guna menutupi kerugian yang di derita negeri Paman Sam tersebut akibat krisis keuangan hebat yang terjadi karena sub prime mortgage (krisis kredit rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah)," katanya. Ia menambahkan, nilai tukar rupiah diperkirakan akan menguat jika restrukturisasi ekonomi Amerika Serikat selesai. Namun ia belum dapat memprediksikan sampai kapan proses restrukturisasi ekonomiAmerika selesai. "Hingga saat ini tidak ada yang mengetahui kapan krisis di AS itu mulai dapat dipulihkan," katanya. Menurut dia, pihaknya sebagai otoritas moneter, akan terus berda di pasar dan siap untuk mengendalikan rupiah. "Kita tetap ada, yang penting tidak terjadi gejolak yang dalam baik menguat terlalu tajam atau melemah terlalu tajam, tidak baik untuk sektor riil," katanya. Made mengatakan posisi cadangan devisa 18 Februari 2009 senilai 51,06 miliar dolar AS, setara dengan 4,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri. "Cadangan devisa kita cukup kuat," katanya.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009