Jakarta (ANTARA) - Virus Corona akhirnya sampai juga ke Indonesia setelah seorang WN Jepang positif terinfeksi virus itu singgah di Indonesia dan menginfeksi dua orang WNI di Depok, Jawa Barat. Berita yang langsung diumumkan Presiden Joko Widodo pada Senin (2/3) menimbulkan kekhawatiran di tengah masyarakat.

Beberapa produk kesehatan diburu masyarakat, yaitu masker dan cairan pembersih tangan. Permintaan yang melonjak tajam ini ternyata tidak dapat diimbangi ketersediaan stok barang yang ada di pasaran.

Hal itu berdampak pada harga masker dan pembersih tangan di sejumlah wilayah di Indonesia, terutama di Jakarta meroket dan ketersediaan barangnya pun sangat terbatas di berbagai apotek dan pusat perbelanjaan.

Sebagai contoh, di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, menjadi lokasi yang banyak didatangi warga untuk berburu masker hingga pembersih tangan. Tidak tanggung-tanggung, harga satu boks masker isi 50 lembar dibanderol Rp350.000, sementara pembersih tangan ‎dijual Rp30.000 sebotol. Pasar Pramuka di Jalan Pramuka, Jakarta, itu memang kondang sebagai sentra utama produk dan alat-alat kesehatan secara nasional.

Harga ini melonjak tajam dari hari-hari biasanya. Selain harga yang mahal, warga juga mengeluhkan masker dan pembersih tangan langka di sejumlah minimarket hingga apotek.

Melihat besarnya permintaan, sangat disayangkan bahwa ada pihak-pihak yang sengaja menimbun dan menjual produk tersebut dengan harga yang tinggi untuk mendapatkan keuntungan yang besar.

Polisi kemudian menelusuri para pelaku penimbun masker dan pembersih tangan di sejumlah daerah karena diduga langkanya barang di pasaran karena ada oknum yang sengaja menimbun dua komoditas kesehatan itu.

"Secara serentak Polri melakukan upaya penegakan hukum terhadap para pelaku yang diduga menimbun masker dan pembersih tangan," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Kepolisian Indonesia, Komisaris Besar Polisi Asep Adisaputra‎.

Tidak hanya para penimbun, para oknum pedagang yang dengan sengaja mengambil keuntungan lebih besar dengan menjual masker dan pembersih tangan dengan harga tinggi juga bakal berhadapan dengan polisi.

Penindakan polisi terhadap para penimbun dan oknum yang mengambil keuntungan dari besarnya permintaan masyarakat merupakan tindak lanjut dari perintah Jokowi kepada Kepala Kepolisian Indonesia, Jenderal Polisi Idham Azis, untuk menindak pihak yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga tinggi.

"Saya memerintahkan Kapolri menindak tegas pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang memanfaatkan momentum seperti ini yang menimbun masker dan menjualnya dengan harga yang sangat tinggi. Hati-hati, ini saya peringatkan," kata Jokowi, di Istana Kepresidenan, Jakarta.

Polisi yang bertindak cepat telah berhasil menggerebek beberapa lokasi penimbunan masker. Sedikitnya ada 12 kasus penimbunan masker dan pembersih tangan di seluruh Indonesia dalam dua hari terakhir. UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan menjadi perangkat hukum yang paling sering dipergunakan hamba hukum untuk menjerat mereka.

12 kasus itu terungkap di wilayah hukum Polda Metro Jaya, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Banten, Kepulauan Riau, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur, dengan 25 orang ditetapkan sebagai tersangka.

Berawal dari pengungkapan pada akhir Februari 2020 lalu, Polda Metro Jaya menggerebek gudang masker ilegal di Cakung, Jakarta Timur. Polisi menyita 60 dus berisi 3.000 kotak masker siap edar. Dari kasus ini, polisi menangkap 10 tersangka dengan berbagai peran, diantaranya penanggung jawab, penjaga gudang, pekerja, operator mesin dan supir.

‎Kemudian pada Selasa (3/3), Polsek Tanjung Duren, Jakarta Barat menyita 17.500 masker berbagai merek dari seorang mahasiswi berinisial TVH (19) di Apartemen Mediterania. Masker itu sudah dibeli TVH sejak sebulan lalu saat virus corona mulai mewabah di China. Masker itu dijual kembali oleh TVH secara online melalui media sosial. Kepada polisi, TVH mengaku sudah menjual 200 dus masker. Dari masing-masing dus, dia mengaku hanya mengambil untung Rp10.000 Atas perbuatannya TVH dikenakan pasal 107 UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan.

Sementara Polda Metro Jaya pada Selasa (3/3) menemukan 600.000 masker ilegal yang tidak memiliki surat izin edar yang ditimbun di suatu gudang di kawasan Neglasari, Kabupaten Tangerang. Dua pemilik ratusan ribu masker itu, yakni ‎H dan W, ditangkap polisi. Mereka mengaku jauh sebelum Jokowi mengumumkan dua WNI positif corona, H dan W sudah tiga kali mengirim masker ke luar negeri.

Pada hari yang sama, Polda Jawa Tengah menangkap tiga orang penimbun masker dan cairan antiseptik di Semarang, Jawa Tengah. Ketiga pelaku adalah Ari (45/warga Semarang Timur), Merriyati (24/warga Genuk) dan Mihong (34/warga Semarang Timur).

Ketiganya ditangkap berkat kejelian polisi saat berpatroli di media sosial.‎ Dari tangan pelaku polisi menangkap delapan boks masker beragam merk dan 13 kardus cairan antiseptik. Atas perbuatannya pelaku dijerat dengan Pasal 107 UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan dengan ancaman hukuman penjara paling lama lima tahun dan denda Rp 50 miliar.

Polrestabes Makassar pada Selasa (3/3), menggagalkan pengiriman 200 boks berisi ribuan masker ke Selandia Baru oleh dua mahasiswa asal Makassar di salah satu hotel di Jalan Jenderal Sudirman, Makassar.

Pengiriman itu rencananya akan dilakukan di salah satu gerai ekspedisi pengiriman yang berada di hotel itu. ‎Kini kedua mahasiwa menjadi tersangka karena menimbun masker yang dibelinya dari sejumlah apotik.

Dari hasil pemeriksaan diketahui jika berhasil mengirim 200 kotak masker ke New Zealand‎, tersangka akan diberi imbalan Rp60 juta. Selain ke luar negeri, kedua mahasiswa ini telah beberapa kali menjual masker ke Bali dan Balikpapan. Kedua tersangka dikenakan pasal 107 UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan.

Kemudian pada Rabu (4/3), Polda Kepulauan Riau membongkar gudang yang diduga menjadi tempat penimbunan masker dan pembersih tangan di Komplek Inti Batam Bussiness & Industrial Park‎, Kota Batam.

Saat dicek ternyata masker dan pembersih tangan di gudang itu tidak termasuk dalam kelompok surat izin usaha perdagangan yang mempunyai izin penjualan alat kesehatan. Dalam kasus ini ada tiga orang ditangkap, yakni S selaku direktur, DD general manager dan H selaku komisaris perusahaan PT ESM.‎

Mereka dijerat pasal berlapis yakni pasal 106 UU Nomor 7/2014 tentang Perdagangan dan pasal 197 UU Nomor 36/2009 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp1,5 miliar rupiah.

Meskipun virus corona Covid-19 menyebar begitu cepat di beberapa negara namun penyebarannya di Indonesia masih sangat kecil. Masyarakat berharap bahwa pemerintah terus berupaya mengendalikan penyebaran virus sehingga tidak menimbulkan dampak yang lebih besar seperti yang terjadi di negara-negara lain.

Pada sisi lain, edukasi terhadap masyarakat tentang pencegahan penyebaran virus perlu terus ditingkatkan. Langkanya masker termasuk salah satu dampak dari kurang pahamnya masyarakat tentang hal itu sebab Kementerian Kesehatan dan WHO sudah menyatakan bahwa warga yang sehat tidak perlu menggunakan masker tetapi hanya perlu untuk menjaga kebersihan terutama tangan dengan cara rajin mencuci tangan.

Kelangkaan masker juga menyebabkan orang yang sangat membutuhkan seperti para petugas medis dan orang yang sakit tidak bisa mendapatkan masker di pasaran.

Kekhawatiran berlebih dari masyarakat perlu untuk dihindari karena meskipun tingkat kematian akibat virus corona relatif kecil sekitar dua persen, namun masyarakat yang panik dapat menimbulkan dampak yang lebih buruk dibandingkan virus itu sendiri.

Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2020