"Saya memberdayakan Kemas sesuai permintaan yang bersangkutan untuk bekerja," kata Hendarman seusai kuliah umum yang bertema Peningkatan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi dalam Pelaksanaan Tugas Kejaksaan di Kampus Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Jumat.
Hendarman mengatakan, kalau yang bersangkutan tidak bekerja karena dilarang Jaksa Agung, maka hal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 d UUD 1945 tentang Hak Asasi Manusia.
"Kalau yang bersangkutan tidak bekerja karena saya yang melarang bekerja, maka saya melanggar UUD 1945 Pasal 28 d tentang Hak Asasi Manusia. Makanya, saya kasih pekerjaan," katanya.
Hendarman mempertanyakan jika ada yang mengatakan tidak etis pengangkatan mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kemas Yahya Rahman dan Direktur Penyidikan (Dirdik) M Salim sebagai koordinator supervisi perkara tindak pidana korupsi.
"Tidak etisnya di mana? Dia kan mengajak dan memberikan `obor` buat jaksa junior agar bisa bekerja dengan terang," katanya.
Hendarman mengatakan, banyak orang yang dipenjara karena korupsi juga masih bisa mengajar seperti Prof. Rokhmin Dahuri dan Prof. Romli Atma Sasmita.
"Kalau kebijakan saya (mengangkat Kemas dan Salim, red.) dianggap salah atau buruk, saya revisi tetapi bukan dicabut karena ini benar," katanya.
Ia menegaskan bahwa kebijakan yang ia keluarkan sudah benar dan bisa salah jika dilaksanakan keliru seperti Kemas dan Salim mengajari berbuat korupsi.
"Laporan kepada saya juga bagus, tidak ada kesalahan," kata Hendarman.
Melalui SK No.003/A/JA/01/2009 tertanggal 22 Januari 2009, Jaksa Agung Hendarman Supandji mengangkat Kemas Yahya Rahman sebagai Koordinator Unit I dan M Salim sebagai Wakil Koordinator Unit I Satuan Khusus Supervisi dan Bimbingan Teknis Penuntutan Perkara Tindak Pidana Korupsi, Perikanan, dan Ekonomi.
Kemas dicopot dari jabatannya sebagai Jampidsus, sedangkan M Salim dicopot dari jabatannya sebagai Dirdik ketika mencuat kasus suap Artalyta Suryani kepada Jaksa Urip Tri Gunawan.
Dalam rekaman pembicaraan telepon antara Artalyta dan Urip, nama Kemas dan Salim sempat disebut-sebut. Bahkan, Kemas sempat melakukan pembicaraan telepon dengan Artalyta sebelum Artalyta ditangkap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Namun, akhirnya Kemas hanya dijatuhi sanksi administratif berupa pernyataan tidak puas secara tertulis dari pimpinan Kejagung. Sementara itu, Salim dijatuhi hukuman berupa teguran tertulis. Saat itu, keduanya dicopot dari jabatannya dengan alasan untuk menjaga kredibilitas penanganan perkara korupsi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009