Mataram (ANTARA News) - Sebagian warga Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI) yang menempati lokasi pengungsian di Asrama Transito Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), segera pulang ke kampung halamannya di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat.

"Sekitar 17 Kepala Keluarga (KK) atau 70-an jiwa yang akan pulang kampung dalam waktu dekat ini," kata Koordinator JAI di pengungsian Asrama Transito Mataram, Sahidin, di Mataram, Jumat.

Ia mengatakan, warga Ahmadiyah yang akan pulang kampung itu merupakan bagian dari 33 Kepala Keluarga (KK) atau 130 jiwa warga Ahmadiyah yang mendiami asrama Transito Mataram, sejak rumah mereka di Kecamatan Lingsar, Kabupaten Lombok Barat, dirusak dan dibakar massa, pada 4 Pebruari 2006.

Sebanyak 17 KK atau sekitar 70-an jiwa itu dijadwalkan akan meninggalkan lokasi pengungsian untuk hidup wajar sebagaimana warga NTB lainnya di kampung halaman mereka, pada 14 Maret mendatang.

Dengan demikian, akan tersisa 14 KK atau sekitar 60 jiwa warga Ahmadiyah di lokasi pengungsian itu, setelah 17 KK lainnya meninggalkan lokasi pengungsian tersebut.

"Mereka yang akan lebih dulu pulang kampung itu merupakan kelompok yang masih memiliki aset seperti rumah dan tanah, bagi yang rumahnya ludes terbakar saat insiden itu masih menunggu perkembangan lebih lanjut," ujarnya.

Sahidin mengakui, sejak Januari 2009, warga Ahmadiyah yang menempati lokasi pengungsian itu tidak lagi mendapat bantuan tanggap darurat berupa beras sebanyak 400 gram/orang.

Karena itu, warga Ahmadiyah yang masih bertahan di lokasi pengungsian dituntut untuk berusaha mencari penghidupan yang layak sehingga sebagian memilih segera pulang kampung.

"Rencana pulang kampung sebagian warga Ahmadiyah itu sudah disampaikan kepada pihak kepolisian yakni Kapolres Lombok Barat dan Kapolda NTB agar ada jaminan keamanan ketika tiba di kampung halaman," ujar Sahidin.

Kepala Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil NTB, Drs Bachrudin, M.Pd, yang dihubungi secara terpisah mengatakan, keputusan pulang kampung sebagian warga Ahmadiyah itu merupakan hak azasi yang harus dihormati semua pihak.

Ia menilai, pilihan pulang kampung itu merupakan keputusan yang tepat karena pemerintah melalui Dinas Sosial setempat tidak lagi menyalurkan bantuan tanggap darurat.

Bantuan tanggap darurat berupa beras sebanyak 400 gram/orang hanya diberikan dalam kurun waktu setahun semenjak berstatus pengungsi dan diperpanjang setahun lagi jika dipandang perlu.

"Sejauh ini kami juga berupaya memindahkan warga Ahmadiyah dari lokasi pengungsian itu agar membaur dengan masyarakat di berbagai lokasi namun tidak bisa terealisasi karena warga menolak kehadiran mereka dan warga Ahmadiyah juga belum mau," ujarnya.

Ketika mereka memilih pulang kampung, tambah Bachrudin, semua pihak patut mendukung terutama jaminan keamanan ketika mereka tiba di kampung halamannya, agar dapat menjalani kehidupan secara wajar di luar lokasi pengungsian.

Catatan Dinas Sosial Kependudukan dan Catatan Sipil NTB, warga Ahmadiyah di wilayah NTB, diperkirakan lebih dari 180 orang, sebanyak 33 KK atau 130 jiwa diantaranya berada di Mataram, ibukota Provinsi NTB dan 50 jiwa lainnya berada di Kabupaten Lombok Tengah.  (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009