Jakarta (ANTARA News) - Ketua Umum DPP Partai Golkar Jusuf Kalla menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan tugas dan menjalankan amanat rakyat sebagai wakil presiden hingga akhir masa jabatan Oktober 2009. Dalam acara diskusi mingguan politik DPP Partai Keadilan Sejahtera (PKS) bertema "Ke arah mana Koalisi Pasca-Pemilu Legislatif 2009". Kamis malam, Jusuf Kalla mengatakan bahwa komitmen itu sudah disampaikan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. "Saya bicara dalam konteks politik (soal kesediaan menjadi capres Golkar). Kalau dalam pemerintahan tentu saya berkomitmen sampai selesai hingga Oktober mendatang menjalankan amanat rakyat (sebagai Wapres). Saya akan jaga etika itu," katanya. Menurut Jusuf Kalla, Presiden Yudhoyono juga mengapresiasi komitmen tersebut dan meminta agar di antara mereka tidak perasaan berat. "Namanya politik ya.. tetap politik, tetapi kita tetap bersahabat dan tidak mengganggu kinerja bersama," kata Jusuf Kalla mengutip ucapan Yudhoyono saat keduanya bertemu. Jusuf Kalla menegaskan, dirinya tetap menjaga tiga prioritas dalam menjalankan tugas. Prioritas tertinggi adalah untuk kepentingan bangsa dan negara, selanjutnya kepentingan partai, kemudian kepentingan pribadi. Mengenai kesiapannya dicalon sebagai Presiden oleh Partai Golkar, Jusuf Kalla mengatakan dirinya ketika diminta oleh pemangku kepentingan di Golkar dirinya seperti dihadapkan pada pertanyaan yang jawabannya harus ya. "Kalau saya katakan tidak bersedia maka urusan bisa runyam, karena di Golkar banyak yang bersedia jadi capres," ujarnya. Selain itu pertimbangan lain adalah menyangkut harga diri partai dalam era demokrasi, di mana sebagai partai besar Golkar dituntut untuk menjadi bagian kepemimpinan bangsa. Dalam kesempatan itu Jusuf Kalla juga menegaskan paradigma Golkar di masa lalu dan saat ini. Ia mengingatkan bahwa berdirinya Partai Golkar pada tahun 1964 dilatarbelakangi adanya keinginan melakukan pembaruan atas kediktatoran Bung Karno ketika itu. Jusuf Kalla mengakui, pada era kepemimpinan Soeharto telah terjadi penyimpangan paradigma tersebut, namun sejak era reformasi hal itu diperbaiki kembali. "Paradigma baru Golkar yang menetapkan keinginan adanya perubahan bukan karena ingin selamat, tetapi karena jiwa Partai Golkar sejak dulu seperti itu," katanya. Sementara itu Ketua MPR-RI, Hidayat Nurwahid yang juga anggota majelis syuro PKS menyambut baik komitmen Jusuf Kalla untuk menyelesaikan tugasnya sampai berakhir kepemimpinan pemerintahan SBY-JK. "Ini sifat kenegarawanan yang peting dikembangkan dan menjadi pembelajaran dan keteladanan yang baik," katanya. Ia mencontohkan sejumlah kepala daerah yang masa jabatan belum habis, tetapi terpaksa bertarung di Pemilihan Kepala Daerah banyak memberi dampak buruk terhadap jalannya kepemimpinan di daerah. Sedangkan Presiden PKS Tifatul Sembiring dalam kesempatan itu menyatakan koalisi partai pasca Pemilu 2009 mutlak dilakukan untuk membentuk pemerintahan dan lembaga legislatif yang kuat. "Jadi, setiap partai harus siap berkoalisi. PKS ingin koalisi nanti memiliki kekuatan 40 persen suara Pemilu, bukan sekedar untuk memenuhi syarat mengajukan calon presiden," kata Tifatul. Namun demikian seperti partai lainnya, PKS pun belum menentukan sikap yang pasti karena harus menunggu hasil Pemilu Legislatif untuk melihat peta kekuatan masing-masing partai. Ia berharap pendekatan-pendekatan politik terhadap partai lain terus dilakukan meskipun PKS sudah menjalin koalisi dengan Golkar pada Pilpres 2004. Diskusi antara Wapres Jusuf Kalla dengan pimpinan PKS berlangsung dalam suasana hangat dan cair. Dari pihak Jusuf Kalla, hadir Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso, dan dari Badan Pemenangan Pemilu Partai Golkar, Burhanuddi Napitupulu.(*)

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009