Ke-168 jenazah tersebut adalah dari TNI Angkatan Darat (tiga orang), Korps Marinir TNI Angkatan Laut (AL) ( 200 orang) , dan TNI Angkatan Udara (AU) (91 orang), Polri 33 orang serta 19 orang sukarelawan, katanya, usai peresmian Monumen Dwikora dan Trikora oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Jakarta, Kamis.
Siswanto mengungkapkan, upaya untuk membawa ke 168 jenazah tersebut antara lain dengan membentuk tim investigasi pada 1996 namun dibekukan, karena takut berpengaruh pada hubungan Indonesia-Malaysia.
"Pada 2003, Kami telah pula mengajukan kepada Presiden RI kala itu Megawati Soekarnoputri, namun juga tidak membuahkan hasil. Begitu pun ketika kami meminta bantuan kepada DPR RI," katanya.
Ia menambahkan, ke-168 jenazah itu juga terdapat di wilayah Kalimantan Utara, termasuk satu Hercules yang hilang di laut.
Karena itu, pihaknya meminta agar pemerintah dapat membawa pulang ke-168 jenazah itu ke Tanah Air dan dimakamkan dengan layak di Taman Makam Pahlawan (TMP).
Monumen Dwikora merupakan simbol perlawanan Indonesia yang kala itu dipimpin Presiden Soekarno terhadap pembentukan Federasi Malaysia untuk mempersatukan tanah bekas jajahan Inggris di seluruh Asia Tenggara.
Pemerintah Indonesia menentang rencana itu karena bertentangan dengan politik Indonesia yang antikolonialisme dan imperialisme dan secara prosedur rencana pembentukan itu akan membahayakan revolusi Indonesia.
Oleh sebab itu, pada 17 September 1963 Indonesia memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia.
Selanjutnya, pada 3 Mei 1964 dalam apel sukarelawan Presiden Soekarno mencanangkan Dwi Komando Rakyat (Dwikora) yang isinya "Perhebat Rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, Brunei untuk Membubarkan Negara Boneka Malaysia". (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009