Kairo/Gaza (ANTARA News) - Kelompok Fatah dan Hamas pada Rabu malam berjanji untuk saling membebaskan tahanan di Gaza dan Tepi Barat sebagai isyarat itikad baik. Reuters melaporkan kesepakatan tersebut lahir pada malam pembicaraan persatuan nasional.
Pembicaraan nasional yang diperkirakan akan dimulai Kamis ini di Kairo dan dihadiri sekitar 12 kelompok Palestina, berusaha untuk membentuk pemerintah persatuan.
Pemerintah tersebut nantinya diharapkan berperan dalam pembicaraan perdamaian dengan Israel dan mengawasi pekerjaan rekonstruksi di Gaza.
Fatah dan Hamas setuju untuk membentuk dua komisi guna "mengerjakan penyelesaian berkas tahanan paling lambat pada akhir pembicaraan nasional", kata pernyataan yang dikeluarkan setelah pembicaraan antara kedua kelompok tersebut di Kairo.
Mereka tidak menetapkan kerangka waktu bagi akhir pembicaraan tersebut.
Pejabat Fatah Azam al-Ahmed mengatakan bahwa Hamas, kelompok Islam yang menang dalam pemilihan parlemen pada 2006, telah mencabut tahanan rumah yang diterapkan pada beberapa pemimpin Fatah di Jalur Gaza.
Pemimpin Hamas Mahmoud al-Zahar mengatakan Fatah sejauh ini telah membebaskan 80 dari sekitar 400 tahanan Hamas di Tepi Barat yang diduduki Israel. Delegasi Fatah di Kairo telah menghubungi pemimpin mereka, Presiden Palestina Mahmoud Abbas, untuk membebaskan lebih banyak lagi tahanan, tambahnya.
Persaingan antara kedua kelompok itu memburuk pada 2007 ketika pasukan Hamas mengusir Fatah dari Gaza dalam perebutan kekuasaan yang berubah menjadi kekerasan.
Pemerintah persatuan nasional
Kedua kelompok besar itu memiliki perbedaan fundamental mengenai bagaimana menghadapi Israel. Hamas mencadangkan hak untuk memerangi Israel, meskipun mereka siap menerima gencatan senjata 18 bulan, sementara Fatah telah melepaskan kekerasan dan meletakkan semua harapannya pada pembicaraan.
Hubungan itu khususnya makin dingin Desember dan Januari pada saat serangan Israel ke Gaza. Sebanyak 1.300 warga Palestina tewas dalam operasi besar-besaran itu, termasuk sekitar 700 warga sipil.
Pertemuan Rabu adalah yang terakhir dari beberapa pertemuan dalam beberapa pekan terakhir untuk meratakan jalan bagi pembicaraan nasional itu.
Kelompok-kelompok Palestina itu bermaksud membentuk pemerintah persatuan, mungkin terdiri atas para teknokrat non-partisan, untuk menghadapi pemerintah asing, mengkoordinasikan pembangunan kembali di Gaza serta mempersiapkan pemilihan legislatif dan presiden Palestina.
Seorang diplomat Arab mengatakan para penengah Mesir mengharapkan untuk menyelesaikan perjanjian pada waktunya guna mendapatkan persetujuan pertemuan puncak Arab yang dijadwalkan di Qatar akhir Maret.
Namun beberapa pengamat mengatakan akan sulit untuk merekonsiliasikan kebutuhan untuk memasukkan pendirian Hamas dalam kabinet baru itu dengan tuntutan AS dan Israel agar kelompok itu memenuhi syarat-syarat mereka untuk dialog.
AS dan negara-negara Uni Eropa menolak berhubungan dengan Hamas kecuali kelompok itu melepaskan kekerasan, mengakui hak Israel untuk hidup dan menerima perjanjian sebelumnya antara Israel dan pemerintah otonomi Palestina, yang dijalankan oleh Fatah.
Salah satu tugas paling sulit dalam pembicaraan itu adalah pembangunan kembali pasukan keamanan Palestina, yang selama 18 bulan terakhir telah terbagi antara pasukan yang dikendalikan Hamas di Gaza dan pasukan yang dikuasai Fatah di Tepi Barat.
Hani Habib, seorang pengamat politik di Gaza, mengatakan akan sulit untuk memecahkan persoalan inti itu. Ia mengatakan motif utama untuk membentuk kabinet persatuan itu adalah keinginan untuk memudahkan pembangunan kembali di daerah kantung pesisir tersebut.
"Pihak-pihak itu...mungkin tahu kesempatan untuk berhasil kecil tapi mereka ingin menunjukkan ada gerakan. Pangalaman mengajarkan pada kita untuk tidak mengulurkan banyak harapan sepanjang kemauan politik terus hilang," katanya.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009
gimna keadaan disana jgn jadi tukang komporlah.
Sebaiknya hamas mengikuti langkahnya fatah,negosiasi jauh lebih baik dari perang.Toh juga kalua perang bisanya cuma sembunyi dan rakyat sipil jadi tameng hidup dan korban.
Media di sini juga tolong yang profesional dan netral dalam menyikapi masalah ini.Jgn memojokan salah satu golongan apalagi kesannya memanas- manasi situasi di negara ini.