Kuala Lumpur (ANTARA News) - Indonesia dan Malaysia melakukan pembahasan langkah bersama untuk memperkuat harga-harga komoditas, terutama minyak sawit dan karet dengan mengelola stok di pasar dan menurunkan pasokan dengan program peremajaan tanaman.
Menteri pertanian RI Anton Apriyantono dan Menteri Perkebunan dan Komoditi Malaysia Peter Chin Fah Kui melakukan pertemuan bilateral di sela-sela acara pertemuan tingkat menteri negara-negara berkembang D8 mengenai keamanan pangan di Kuala Lumpur, Rabu malam.
Kedua negara melakukan langkah bersama guna memperkuat harga minyak kelapa sawit dan karet yang terkena krisis ekonomi global karena kedua negara ini menguasai 85 persen produksi minyak sawit dunia dan 40 persen produksi karet alam dunia.
Namun kedua negara menyatakan prihatin atas hambatan non tarif untuk ekspor kelapa sawit yang diberlakukan oleh negara-negara importir, misalkan Uni Eropa dan Amerika Serikat. Salah satu contohnya, Jerman telah mengeluarkan syarat-syarat baru untuk impor minyak sawit.
Indonesia dan Malaysia kecewa dengan perkembangan itu walaupun upaya-upaya telah banyak dilakukan oleh industri untuk memproduksi minyak kelapa sawit mengikuti standar RSPO (roundtable on sustainable palm oil).
Sejauh ini, satu perusahaan minyak kelapa sawit Indonesia dan empat perusahaan minyak kelapa sawit Malaysia telah memegang sertifikasi RSPO. "Memang baru satu perusahaan Indonesia yang memegang satu RSPO tapi yang sudah antri untuk dapatkan sertifikasi ini juga sudah panjang. Itu tandanya kita memenuhi keinginan mereka," kata Mentan Anton.
Dari pertemuan itu disepakati, pertama, kedua negara akan melakukan peremajaan tanaman kelapa sawit yang sudah berusia di atas 25 tahun.
Kedua negara juga sepakat untuk melaksanakan program biofuel dimana Malaysia telah mengimplementasikan lima persen minyak kelapa sawit atau methyl ester dengan bahan bakar minyak fosil dimulai Februari 2009.
Sedangkan Indonesia saat ini telah melaksanakan minimal campuran minyak kelapa sawit sebanyak satu persen untuk bahan bakar minyak bagi transportasi publik dan minimal 2,5 persen minyak campuran untuk konsumsi industri dan sektor komersil.
Ketiga, kedua negara sepakat meningkatkan permintaan dalam negeri dengan meningkatkan aktivitas industri hilir. Juga meningkatkan promosi untuk saling investasi di kedua negara.
Keempat, Indonesia dan Malaysia juga akan melakukan pendekatan bersama kepada negara-negara importir utama minyak sawit berbasiskan methyl ester terkait dengan hambatan non tarif untuk ekspor biofuel. Kedua negara juga akan bekerjasama dan melanjutkan permintaan Uni Eropa mengenai energi terbarukan, khususnya diskriminasi minyak sawit.
"Malaysia dan Indonesia akan melanjutkan promosi minyak sawit kepada legislator di Amerika pada Mei 2009 ini, dimana tahun sebelumnya. Kita bersama-sama juga melakukan promosi dan kampanye di Eropa," kata Anton.
Sementara untuk karet, Malaysia telah merevisi target peremajaan pohon karetnya dari 32.000 Ha menjadi 50.000 Ha pada tahun 2009. Indonesia mentargetkan program peremajaan 55.000 Ha tahun 2009.
Langkah kedua negara ini diperkirakan akan menurunkan produksi 115.000 ton termasuk 60.000 ton dari Malaysia dan 55.000 ton dari Indonesia.
Kedua negara sepakat untuk mengontrol ekspansi perkebunan karet baru.
Indonesia, Malaysia dan Thailand sebagai tiga negara produsen karet terbesar ANRPC (Association of Natural Rubber Producing Countries) akan melaksanakan skema volume ekspor dan sepakat menurunkan produksi 700.000 ton sepanjang tahun 2009.
Rincian pengurangan produksi itu ialah Thailand mengurangi 342.743 ton, Indonesia 304.917 ton, dan Malaysia 52.340 ton. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009