Jakarta (ANTARA News) - Pemilu terutama di tingkat DPRD yang akan berlangsung tidak lama lagi menjadi ancaman tersendiri bagi tertundanya pembentukan Lembaga Penjaminan Kredit Daerah (LPKD) yang diharapkan mampu menjamin pinjaman pelaku UMKM di daerah.
"Pemilu itu artinya juga pergantian anggota DPRD dan agak riskan dan kritis bagi realisasi pembentukan LPKD," kata Asisten Deputi Urusan Restrukturisasi Usaha Kementerian Negara Koperasi dan UKM, Akhmad Djunaedi, di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan, drafting dan proses penyusunan Peraturan Daerah (Perda) yang akan mendukung pembentukan LPKD di suatu daerah terancam tertunda prosesnya karena Pemilu.
Oleh karena itu, ia meminta secara khusus kepada anggota legislatif di tingkat daerah untuk tetap secara concern menggarap aturan tentang LPKD.
"Jangan sampai terulang dari awal lagi karena bagaimanapun mendirikan LPKD membutuhkan persetujuan dewan terutama kalau menggunakan dana APBD," katanya.
Sampai sejauh ini LPKD memang cenderung dimiliki oleh pemerintah baik pusat maupun daerah karena umumnya memegang misi sebagai "Public Service Obligation" (PSO) sehingga bergerak tidak untuk mencari laba (non-profit).
Djunaedi berpendapat manfaat utama adanya skim penjaminan adalah untuk meningkatkan daya ungkit pinjaman. "Dalam istilah kita leverage diartikan sebagai pengungkit," katanya.
Ia mencontohkan, jika saat ini tersedia uang sebesar Rp10 milyar dan uang itu dipinjamkan langsung kepada UKM maka jumlah dana yang dipinjamkan tetap hanya sebesar Rp10 milyar.
Tetapi jika uang Rp10 milyar itu dijadikan sebagai ekuitas lembaga penjaminan kredit, maka dengan dana Rp10 milyar itu akan dapat digunakan menjamin kredit UKM sebesar Rp 200 milyar dengan asumsi gearing ratio sebanyak 20 kali.
"Dengan demikian akan lebih banyak dan lebih luas jangkauan kredit yang dapat diakses oleh UMKM," katanya.
Besarnya potensi LPKD sebagai pendorong pertumbuhan UMKM itulah yang harus diperhatikan oleh anggota legislatif untuk tetap fokus dan melanjutkan selesainya aturan LPKD agar segera terealisasikan, kata Djunaedi. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009