Jakarta (ANTARA News) - Menteri Keuangan/Plt Menko Perekonomian Sri Mulyani Indrawati mengingatkan bahwa perubahan cepat ekonomi dunia yang terjadi sekarang akan membawa risiko besar apabila tidak ada persiapan untuk menghadapinya.
"Adanya ancaman risiko tidak berarti membuat kita panik, tapi kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya," kata Sri Mulyani dalam forum BUMN Executive Breakfast Meeting di Wisma ANTARA Jakarta, Rabu.
Acara BUMN Executive Club itu dihadiri sejumlah Direksi BUMN seperti, Dirut Perum ANTARA, Dr. Ahmad Mukhlis Yusuf, Dirut Telkom, Rinaldi Firmansyah, Mantan Dirut BRI yang juga Ketua BUMN Execitive Club Rujito, Deputi Menneg BUMN bidang Pertambangan dan Industri Strategis, Sahala Lumban Gaol, dan Dirut PT Jamsostek, Hotbonar Sinaga, serta Dirut Bulog, Mustafa Abubakar.
Menkeu menyebutkan, sebagai akibat perubahan kondisi perekonomian global hampir semua negara melakukan penyesuaian atas anggaran negaranya, termasuk Indonesia.
"Kalau dulu paling cepat mereka melakukan penyesuaian paling cepat setelah satu semester atau satu kwarta, tapi sekarang mereka melakukan penyesuaian dalam hitungan bulan," katanya.
Perubahan cepat dalam perekonomian dunia, menurut Menkeu, dimulai pada sekitar Maret 2007 ketika ada masalah dalam pasar perumahan di Amerika Serikat (AS). Permasalahan kemudian berkembang ke arah sektor perbankan dan keuangan dan mencapai puncaknya pada Maret 2008.
"Dampak masalah itu terus berlanjut dan diterjemahkan ke dalam slowing down ekonomi AS yang puncaknya terjadi pada September 2008. Dampak ini segera menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia pada Oktober 2008," kata Menkeu.
Ia menyebutkan, sebelum Maret 2007, perekonomian Asia masih survive dan diperkirakan China akan muncul sebagai raksasa ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi mencapai sekitar 12 persen.
Namun pertumbuhan ekonomi China diproyeksikan terus menurun. Awalnya turun menjadi sekitar 9 persen, namun kemudian diproyeksikan perekonomian China akan mengalami pertumbuhan di bawah tujuh persen.
"Ini merupakan masalah bagi China karena China harus menyediakan lapangan kerja bagi dua juta penduduknya setiap tahun," katanya.
Menkeu menyebutkan, belajar dari pengalaman krisis tahun 1997/1998, Indonesia harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya menghadapi ancaman resiko dalam perubahan yang cepat.
"Apa yang terjadi di AS hampir sama dengan yang terjadi di Indonesia 10 tahun yang lalu, penanganannya memerlukan biaya sangat besar dan hingga saat ini implikasinya masih saya rasakan," katanya.
(*)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009