Rencana Tindak untuk Membangkitkan Kembali Stabilitas Ekonomi dan Keuangan di Kawasan Asia
Jakarta, 24/2 (ANTARA) - Para Menteri Keuangan ASEAN, Cina, Jepang, dan Korea (ASEAN+3) mengadakan pertemuan khusus untuk menghadapi gejolak perekonomian global yang terjadi saat ini di Phuket, Thailand pada tanggal 22 Februari 2009. Pertemuan dipimpin secara bersama oleh H.E. Korn Chatikavanij, Menteri Keuangan Thailand dan H.E. Jeung-hyun Yoon, Menteri Strategi dan Keuangan Korea. Hadir juga dalam pertemuan tersebut Sekretaris Jenderal ASEAN dan Presiden Bank Pembangunan Asia (ADB).
Para menteri melihat bahwa perekonomian Asia berada dalam posisi yang lebih baik dalam menghadapi tantangan karena reformasi struktural yang telah diterapkan sejak krisis keuangan Asia. Mereka menyadari bahwa ekonomi regional saat ini menghadapi tantangan yang sangat besar. Penurunan ekonomi global yang terjadi saat ini diikuti dengan meningkatnya risiko pada pasar keuangan telah memberikan dampak yang merugikan di kawasan. Pasar keuangan regional telah mengalami fluktuasi yang besar dan kadang kala meresahkan. Aliran modal ke dalam kawasan mengalami penurunan karena melemahnya ekonomi global dan arus balik yang besar pada aliran modal, yang mempengaruhi pasar keuangan dan dapat melemahkan prospek pertumbuhan. Hal ini dapat menjadi risiko penurunan yang signifikan pada pertumbuhan regional, yang telah diseret oleh penurunan ekonomi global.
Para menteri menyambut baik Deklarasi Konferensi Tingkat Tinggi Pasar Keuangan dan Ekonomi Dunia (Declaration of Summit on Financial Market and World Economy) dan mendukung prinsip-prinsip bersama yang akan mengarahkan Rencana Tindak ini. Mereka menyatakan pentingnya suatu kemajuan yang berarti akan dapat disepakati dalam Konfrensi Tingkat Tinggi London 2009 (London Summit 2009) pada bulan April untuk memperkuat kebijakan koordinasi makro ekonomi dan reformasi pada institusi keuangan internasional dan pasar. Situasi global yang terjadi saat ini memerlukan tanggapan global yang terkoordinir untuk membangkitkan kembali pertumbuhan ekonomi dan stabilitas keuangan, termasuk kinerja pembangunan kapasitas sektor keuangan.
Para menteri percaya bahwa tindakan kebijakan yang pro-aktif dan jelas, diperlukan dalam upaya membangkitkan kembali kepercayaan, stabilitas keuangan dan mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang sustainable di kawasan. Dalam jangka pendek, tindakan-tindakan tersebut haruslah mampu memitigasi sentimen keengganan-risiko dan menggiring kepercayaan pasar di kawasan. Dalam jangka menegah dan panjang, tindakan-tindakan tersebut haruslah mampu membantu menyediakan kapital yang diperlukan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi yang kuat dan stabil.
Dalam hal ini, para menteri menyambut baik kebijakan-kebijakan yang telah diterapkan oleh masing-masing negara anggota dan menegaskan kembali komitmen mereka yang kuat untuk mengimplementasikan kebijakan makro ekonomi yang diperlukan dan kebijakan stabilitasi keuangan sebagai sesuatu yang tepat. Para menteri juga menegaskan kehendak mereka untuk mendedikasikan diri dalam meningkatkan aliran perdagangan dan investasi yang bebas, agar berada dalam posisi yang lebih kuat guna menghadapi kebijakan proteksionisme yang akan memperburuk penurunan ekonomi dan mendorong munculnya hambatan-hambatan perdagangan yang baru.
Negara-negara ASEAN+3 kemudian memunculkan beberapa variasi kebijakan untuk lebih memperkuat kolaborasi kawasan dalam mengembangkan mekanisme surveillance yang lebih terintegrasi dan kuat, manajemen krisis dan sistem dukungan likuiditas.
Dalam rangka menjamin stabilitas pasar regional dan meningkatkan kepercayaan di dalam pasar, para menteri menekankan pentingnya operasionalisasi Multilateralisasi Chiang Mai Initiative (CMI) dan sepakat atas beberapa elemen kunci sebagai berikut;
o Jumlah total Multilateralisasi Chiang Mai Initiative (CMIM) akan ditingkatkan dari jumlah yang telah disepakati di awal yaitu sebesar US$ 80 milyar menjadi US$ 120 milyar, proporsi dari jumlah kontribusi antara ASEAN dan negara-negara Plus Three akan tetap dijaga pada perbandingan masing-masing 20:80.
o Mekanisme regional surveillance harus lebih diperkuat ke dalam suatu sistem yang kuat dan kredibel yang akan memfasilitasi percepatan aktivasi CMIM. Suatu unit surveillance regional yang independen akan dibentuk untuk mempromosikan tujuan monitoring perekonomian.
o Setelah fungsi mekanisme surveillance di atas diterapkan secara efektif, porsi IMF de-linked mungkin akan dinaikkan di atas batas yang telah disepakati saat ini yaitu 20 persen.
Berdasarkan kemajuan yang telah diraih sejauh ini, dengan tujuan untuk membuat kerjasama keuangan, para menteri menjadi lebih responsif dan efektif dan berupaya untuk mencapai kesepakatan atas komponen-komponen utama CMIM pada pertemuan mereka berikutnya pada bulan Mei 2009 di Bali, Indonesia.
Sebagai suatu kebijakan sementara, jaringan bilateral swap arrangement yang ada saat ini harus dapat memainkan peran yang utuh dan lebih diperkuat dalam hal jumlah dan partisipasinya jika diperlukan.
Para menteri menegaskan kembali pentingnya Asian Bond Market Initiative (ABMI) dan menyatakan kehendak untuk memperkuat kerjasama sejalan dengan Roadmap ABMI yang baru. Roadmap baru tersebut difokuskan pada upaya promosi atas penerbitan obiligasi bermata uang lokal, fasilitasi permintaan atas obligasi bermata uang lokal, peningkatan kerangka kerja hukum, dan memperkuat infrastruktur pasar obligasi di kawasan. Implementasi dari roadmap baru tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi pada perkembangan pasar obligasi bermata uang lokal secara umum dan memperbesar akses pada pasar obligasi regional. Para menteri juga menyadari pentingnya peran dari sektor swasta dalam mengembangkan pasar obligasi, khususnya transaksi obligasi lintas batas dan isu-isu settlement.
Para menteri akan mengelaborasi ide-ide pengaturan baru yang dapat memberikan bantuan bagi perkembangan di kawasan sekaligus menghadapi keterbatasan likuiditas yang tidak diharapkan.
Para menteri menyadari pentingnya peran Bank-Bank Pembangunan Multilateral (MDBs) dalam menghadapi agenda pembangunan dan mendukung dalam bidang infrastruktur dan pembiayaan perdagangan. Mereka menambahkan pentingnya untuk menjamin bahwa MDBs mempunyai sumber yang cukup dan terukur untuk melanjutkan peran mereka dalam menghadapi krisis. Secara lebih jelas, para menteri menyadari peran yang signifikan dari Bank Pembangunan Asia (ADB) dalam memitigasi dampak gejolak keuangan global dan menyediakan modal yang diperlukan untuk pertumbuhan regional. Untuk dapat memenuhi peran ini di Asia, ADB harus mempunyai peningkatan modal yang substansial dan cepat. Dalam hal ini, para menteri mengharapkan kesepakatan awal dalam Peningkatan Modal Umum Kelima (the Fifth General Capital Increase) ADB pada Sidang Tahunan ADB mendatang di bulan Mei 2009.
Komitmen Jepang
Pada pertemuan di Bangkok, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan Sekretaris Parlemen Bidang Keuangan Jepang, Mr. Shinsuke Suematsu yang mewakili Menteri Keuangan Jepang menegaskan kembali pentingnya kerja sama ekonomi dan keuangan regional dan melanjutkan kerja sama yang lebih erat selama periode yang penuh tantangan dalam perekonomian global.
Sebagai upaya untuk menjamin stabilitas ekonomi dan fiskal di Indonesia, kedua pihak setuju untuk memperkuat kerja sama antara Indonesia dan Jepang yang meliputi beberapa upaya konstruktif sebagai berikut: (1) Bantuan keuangan sampai dengan setara Yen Jepang sebesar 1,5 miliar dolar Amerika Serikat yang akan disediakan untuk Indonesia dalam bentuk garansi oleh Japanese Bank for International Cooperation (JBIC) kepada Pemerintah Indonesia atas penerbitan obligasi bermata uang Yen pada pasar modal Jepang (Samurai Bonds). Jepang juga bersedia untuk mengambil bagian dalam fasilitas pinjaman kontinjensi bersama melalui JBIC untuk Indonesia yang akan dielaborasi oleh Indonesia dan para mitra dalam pembangunan yang meliputi Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia dan negara-negara sahabat utama, (2)Jumlah bilateral swap arrangement saat ini antara Indonesia dan Jepang di bawah Chiang Mai Initiative akan dinaikkan dari 6 milyar dolar Amerika Serikat menjadi 12 milyar dolar Amerika Serikat.
Bantuan Jepang tersebut akan memberikan kontribusi bagi stabilitas perekonomian Indonesia dan memperkuat posisi cadangan devisa saat ini, khususnya dalam upaya pertumbuhan APBN yang berkelanjutan.
Menteri Sri Mulyani juga menegaskan komitmen Pemerintah Indonesia untuk mempertahankan kebijakan fiskal dan ekonomi yang berhati-hati, dan melanjutkan agenda reformasi yang tegas dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kepercayaan investor dan memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia. Sekretaris Parlemen Suematsu menyambut baik penegasan kembali komitmen Pemerintah Indonesia.
Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Harry Z. Suratin, Kepala Biro Hubungan Masyarakat Departemen Keuangan
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009