Jakarta, (ANTARA News) - Aneka predikat mentereng menggoda mata ketika memasuki gerbang laga hidup-mati babak 16 besar Liga Champions. Perang Italia versus Inggris, Premier League versus Serie A.

Ada juga penyebutan Rivalitas Italia-Inggris. Sir Alex Ferguson (Manchester United) berhadap-hadapan dengan Jose Mourinho (Inter Milan). Panoramanya, memburu perseteruan.

Baik Italia maupun Inggris menyesaki peta dunia sepakbola di Eropa. Tiga laga menyeret jawara Inggris dan Italia: Arsenal ditantang Roma, Inter dicoba Manchester United, dan Chelsea dilawan Juventus. Siapa yang digdaya? Siapa pewaris tahta dari makna sepakbola yang menyimpan makna estetika?

Padahal, ziarah 16 besar Liga Champions yang merentang dari Madrid, Milan atau London mengundang sisi menggoda dari filsafat seni (estetika). Sesuatu itu disebut indah berarti ada upaya menghargai dan memuji.

Personifikasinya, seseorang disebut "ndeso, tidak-ndeso", merujuk kepada upaya merevolusi diri. Laga Liga Champions membombardir potret ekspresi manusia.

Dalam laga Liga Champions, yang digdaya adalah yang paling ekspresif, yang merengkuh semangat Hercules dalam mitologi Yunani. Hercules yang disebut ndeso, begitu kuat dan begitu angkuh, dan sayangnya ia tidak-ndeso,karena begitu mudah berkonflik.

Suatu hari terjadilah suatu peristiwa yang menyedihkan, yaitu ketika Hercules melemparkan kecapi kepada gurunya sampai si guru menemui ajal. Pelajarannya, sisi kepahlawanan menyenggol sisi ekspresif, meski tidak jarang mendaulat permusuhan.

Mengapa penyebutan "ndeso, tidak-ndeso" disandingkan dengan duel Anglo-Italian? Momentum pembuktiannya terpulang kepada para pemain yang memiliki kualitas setingkat Hercules, pelatih yang bernyali seperti Hercules, berimajinasi dalam mitologi Yunani.

Filsuf Susanne K. Langer merumuskan seni sebagai penciptaan bentuk yang menyimbolkan gejolak perasaan manusia. Contohnya, ungkapan dalam simbol, "ndeso-tidak ndeso" mengekspresikan manusia melalui abstraksi. Setiap seni menyimbolkan dengan caranya sendiri imajinasi manusia.

Musik menyimbolkan perasaan manusia, seni lukis menyimbolkan aneka jenis adegan, dan Liga Champions menyimbolkan ekspresi, abstraksi dan imajinasi dari 16 skuad yang berlaga. Dan tiga arsitek, yakni Mourinho, Luciano Spaletti dan Ferguson mengetahui betul palung estetika laga bola.

Ketiganya tampil sebagaimana layaknya seniman. Ketiganya tidak dapat mengetahui apa yang akan diekspresikan atau disuguhkan oleh skuadnya masing-masing. Filsuf R.G. Collingwood menulis dalam buku "The Principles of Art","agar sesuatu menjadi karya seni, sesuatu itu haruslah ekspresif dan imajinatif...."

Kalau Liga Champions memuat makna estetika, maka ketiga pelatih telah mengusung sisi ekspresi dan imajinasi. Atau Italia, atau Inggris, jawabannya tim yang ekspresif dan imajinatif, yang akan merebut tahta sepakbola Eropa.

Yang relatif mengetahui makna estetika, dapat disebut salah satunya "the Special One". Sejak tiba di Milan, arsitek asal Portugal itu menebar sihir dengan melontarkan pernyataan ekspresif bahwa lolos dalam 16 besar Liga Champions akan mendongkrak reputasi sepakbola Italia (Serie A). Dan San Siro menguapkan bara imajinasi.

Mantan pelatih Chelsea itu mengaku tahu betul isi perut dari seterunya Manchester United. Ia menjanjikan tampil taktis untuk meladeni sentuhan tangan dingin Ferguson. Mourinho keluar dengan satu aksioma, yakni mendaulat barisan belakang I Nerazzurri untuk mengunci pergerakan striker Wayne Rooney.

Harian Inggris "the Sunday Telegraph", memuat komentar Mourinho, "Merujuk pada 2005, Michael Essien (Chelsea) telah melakoni peran ini ketika melawan Liverpool dalam laga Liga Champions."

Sementara pelatih AS Roma Luciano Spaletti tampil penuh percaya diri bahwa tim asuhannya akan tampil sebagai kekuatan penyeimbang di tengah dua raksasa, Inter dan MU. Dalam tahun-tahun belakangan ini, tim-tim Inggris mendominasi sejumlah turnamen. "Kami kerapkali kalah saat menjalani laga tandang ke Inggris, meski statistik tidak mutlak benar," kata Spalletti.

"Kami coba terus mendongkrak mentalitas. Cepat atau lambat, kami dapat mengalahkan tim asal Inggris. Menurut pendapat saya, Arsenal tampil sebagai tim yang istimewa karena tradisi yang mereka miliki. Mereka mengandalkan skuad muda yang berkualitas," kata pelatih tim berjuluk I Giallorossi.

Mengaku telah melirik kekuatan Arsenal melawan Sunderland yang berakhir imbang 0-0, Spalletti memercayai betul semangat pasukan Roma untuk menggilas seterunya. Bukan hanya MU yang menuai krisis barisan belakang, AS Roma tengah bergelut dengan cederanya pemain asal Brazil Juan. Pemain asal Montenegro Mirko Vuini dan Alberto Aquilani siap menggantikan posisi pemain asal Negeri Samba itu.

Ketika dua arsitek tim Italia tampil ekspresif ketika memeragakan jurus estetika Italia, maka Ferguson mendemonstrasikan salah satu aksioma estetika, bahwa seni berhubungan dengan emosi.

Pelatih asal Skotlandia itu memproklamasikan bahwa seni tidak bisa tidak mencetuskan dan mengekspresikan emosi. Seni bukanlah "craft". Seni dalam bola adalah ekspresi emosi.

"Pilihan-pilihannya yakni panik, atau tidak-panik. Saya dapat menurunkan Dimitar (Berbatov) sebagai sweeper. Saya berharap kepada mereka (Evans dan O`Shea). Masalahnya, ada di lini bek kanan."

"Saya tahu, Jose telah cukup tahu mengenai kami. Ini momen yang mengkhawatirkan bagi kami. Terlebih ketika kami tampil di hadapan penonton yang akan mendukung Inter habis-habisan. Kami berharap dapat memeragakan pertahanan yang rapih. Bukankah kami punya kesempatan yang sama ketika menjamu Inter di Old Trafford," katanya.

Laga Inter melawan MU sama-sama prestius karena kedua tim memiliki pemain terbaik Eropa, Inter dengan Zlatan Ibrahimovic dan United dengan Cristiano Ronaldo.

Siapa yang digdaya dalam 16 besar Liga Champions? Jawabnya, skuad yang mengetahui dan mampraktekkan emosi dalam bahasa. Seni dalam bola merupakan untaian bahasa. "Sebuah karya seni yang `ndeso, tidak-ndeso" adalah aktivitas yang membuat seniman coba mengekspresikan emosi tertentu, namun beroleh kegagalan."

Ketiga arsitek menangani skuad yang berjuang lolos 16 besar Liga Champions. Ketiganya tahu betul apa itu estetika yang membalut komunikasi. Komunikasi memuat tiga macam seleksi, yakni informasi (information), penyampaian (Mitteilung) dan pemahaman (Verstehen).

"Ndeso, tidak-ndeso" sekedar soal komunikasi. Dewi Fortuna pun berujar, peganglah imajinasi, bukan perasaan serba minder, miskin kepercayaan diri.(*)

Pewarta: Oleh A.A. Ariwibowo
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009