Jakarta (ANTARA News) - Tiga terdakwa dari 10 terdakwa teroris Kelompok Palembang, diancam hukuman mati karena melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau perbantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme.

Ketiga tersangka itu, yakni, Mohammad Hasan bin Saynudin alias Fajar Taslim alias Zaid alias Omar alias Ustadz Alim, Ali Masyhudi alias Zuber alias Mashudi alias Huda, dan Wahyudi alias Piyo alias Gunawan.

"Ketiga terdakwa dapat dikenai ancaman hukuman mati," kata JPU, Totok Bambang, seusai sidang perdana perkara teroris Kelompok Palembang, di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Selasa.

Sementara itu, sidang tujuh terdakwa teroris Kelompok Palembang lainnya, ditunda sampai Selasa (20/1) mendatang karena penasehat hukum dan terdakwa belum menerima salinan dakwaan.

Dikatakan, alasan terdakwa diancam hukuman mati, karena ketiganya merupakan pelaku langsung.

"Kenapa terdakwa diancam hukuman mati, karena mereka pelaku langsung," katanya.

Dalam sidang yang dipimpin majelis hakim, Haswandi, JPU menyatakan perbuatan terdakwa dalam dakwaan primair dikenai Pasal 15 jo Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2002.

"Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU," katanya.

Ketiganya juga dikenai subsidair yang diatur dan diancam pidana menurut Pasal 15 jo Pasal 7 Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

JPU juga menyatakan dalam dakwaan kedua, terdakwa diancam Pasal 15 jo Pasal 9 Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme yang telah ditetapkan menjadi UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Perppu Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU.

JPU menyatakan terdakwa melakukan pemufakatan jahat, percobaan atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan.

"Menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat massal dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain," katanya.

"Atau mengakibatkan kerusakkan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional," kata JPU.

Dalam dakwaan disebutkan bahwa terdakwa Mohammad Hasan pada Juni 2007 di Bum Arjo, Palembang, bersama dua terdakwa sepakat untuk melanjutkan membuat bom tupper ware yang belum sempat diselesaikan.

Terdakwa Mohammad Hasan mengajarkan terdakwa Ali Masyhudi dan Wahyudi, membuat detonator dengan menggunakan antena televisi yang dikikir yang bahan isiannya bukan pentol korek api namun pupuk urea yang dijadikan sebagai isian bom.

"Kemudian terdakwa I, terdakwa II dan saksi Ki Agus Muhammad Toni menghancurkan aramg dan belerang untuk bahan isian detonator, tetapi pada itu mereka hanya membuat lima detonator, satu bom pipa berukuran 10 centimeter dengan diameter dua centimeter," katanya.

Sementara itu, sidang akan dilanjutkan kembali pada Selasa (20/1) mendatang.

Seperti diberitakan, terungkapnya teroris Palembang itu dimulai dari adanya permintaan bantuan Kepolisian Singapura untuk menangkap buronan (Red Notice) jaringan teroris Jamaah Islamiyah (JI), Mas Slamet Kastari yang lari dari negara itu pada 2007.

Dalam kaitan itu, polisi kemudian menangkap tersangka Muhammad Hasan yang merupakan salah ahli bom JI Singapura, yang ditangkap di Sekayu, Musi Banyu Asin pada 28 Juni 2008.

Dari sana berkembang sembilan nama tersangka lainnya yang pernah mendapat pelatihan merakit bom dari tersangka Muhammad Hasan, dan mereka ditangkap dalam penggrebekan 2 Juli 2008.(*)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009