Surabaya (ANTARA News) - Korban pengeroyokan di rumah Ponari, dukun cilik di Jombang, Jatim yang diberitakan sebagai prajurit Polisi Militer TNI AL (Pomal) ternyata hanya seorang anggota saptam bernama Sutomo.
"TNI AL sempat dibuat sibuk dengan pemberitaan yang menyebutkan pengunjung rumah Ponari yang dikeroyok itu anggota Pomal. Soalnya, ini menyangkut nama baik TNI AL," kata Kadispen Koarmatim, Letkol Laut (KH) Drs Toni Syaiful yang menghubungi ANTARA News di Surabaya, Senin.
Ia menjelaskan, setelah dilakukan pengecekan, ternyata tidak ada anggota Pomal di Surabaya maupun Malang yang bernama Suwoto sebagaimana yang ramai diberitakan sejumlah media massa.
"Akhirnya ditemukan nama Kapten Laut (PM) Sungkono yang lebih mirip. Kapten Sungkono baru sepekan mengurusi pindah dari Lanal Malang ke Dinas Provos Koarmatim dan baru masuk ke Koarmatim, Senin (23/2) ini," katanya.
Setelah itu Kapten Sungkono melakukan penelusuran dan ditemukan fakta bahwa korban yang dikeroyok di rumah Ponari itu bernama Sutomo (39), satpam di sebuah perumahan di Gresik. Kebetulan anggota satpam itu adalah kerabat Kapten Sungkono.
"Saat kejadian, Sabtu (21/2) itu Sutomo memang membawa kartu nama yang ada foto Kapten Sungkono, yang oleh panitia di rumah Ponari dikira sebagai KTA (kartu tanda anggota) TNI," katanya.
Menurut keterangan Kapten Sungkono kepada Kadispen, Sutomo memang datang ke rumah Ponari untuk mengobati keluarganya yang sakit. Saat hendak dikeroyok karena tidak melewati jalan antre, Sutomo memang menunjukkan kartu nama milik Sungkono.
Ditanya apakah TNI AL tidak merasa dirugikan dengan ulah Sutomo itu, Kadispen mengemukakan bahwa masalah itu memang menyangkut wibawa Pomal yang bertugas menegakkan hukum di kalangan anggota TNI AL.
"Jadi kami memang sempat terganggu. Namun demikian, seharusnya panitia di rumah Ponari juga tidak langsung anarki, apalagi kemudian yang keluar dalam pemberitaan seolah korbannya adalah anggota TNI AL," katanya.
Meskipun demikian, ia menyadari bahwa penanganan masalah pemukulan itu bukan wewenang TNI AL, melainkan institusi kepolisian untuk mengusutnya. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009