Jakarta, 23/2 (ANTARA) - Melihat kinerja suatu sektor, sebaiknya tidak hanya dilihat dari besar atau kecilnya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), karena dapat menjadi salah asumsi terhadap tujuan pembangunan atau malah bisa kontra produktif terhadap harapan yang ingin dicapai. Terdapat tiga pertimbangan yang harus difahami dalam melihat peran PNBP pada sektor kelautan dan perikanan. Agar tidak salah memahaminya.

Pertama, tidak semua sektor merupakan bidang yang menghasilkan benefit ekonomi secara langsung, seperti minyak atau jasa. Di negeri ini banyak contoh sektor yang bersifat memerlukan pengeluaran anggaran guna tujuan negara mensejahterakan rakyatnya. Misalnya sektor pengadaan infrastruktur, pemberdayaan daerah tertinggal, Departemen Sosial dan sebagainya. Dalam hal tertentu sektor kelautan dan perikanan dapat dikategorikan pada bidang ini, mengingat kondisi nelayan dan masyarakat pesisir lainnya yang masih miskin. Kedua, terdapat sektor yang lebih memerlukan anggaran besar guna penyediaan sarana dan prasarana. Sektor kelautan dan perikanan yang "melayani" kebutuhan negara kepulauan, mengemban konsekuensi logis sebagai sektor yang banyak memerlukan pengeluaran dari pada menerima profit. Misalnya saja terhadap pulau kecil, atau pulau terluar. Paling tidak untuk sementara, sebelum daerah tersebut berkembang ekonominya. Ketiga, sektor kelautan dan perikanan yang menangani sumberdaya alam, perlu sangat hati-hati agar tidak terjebak oleh target ekonomi jangka pendek, berakhir dengan kerusakan sumber daya alam yang kritis.

PNBP sektor kelautan dan perikanan sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2008 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Departemen Kelautan dan Perikanan, sampai dengan akhir tahun 2008 hanya mencapai Rp. 104,19 miliar atau 48,18 persen dari target sebesar Rp. 215,78 miliar. Sebetulnya kurangnya realisasi dari target tersebut hanya pada bidang perikanan tangkap, lainnya mengalami peningkatan. Karena porsi PNBP dari bidang tersebut sangat besar, yakni sekitar 95% dari total PNBP DKP. Apabila dilihat secara rinci PNBP menurut eselon I lingkup Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) adalah sebagai berikut: (1). Ditjen. Perikanan Tangkap ditarget sebesar Rp. 206,71 miliar dengan realisasi Rp. 85,16 miliar atau 41,20 persen; (2). Ditjen. Perikanan Budidaya targetnya sebesar Rp. 1,7 miliar dengan realisasi Rp. 4,8 miliar atau 283,89 persen; (3). Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) targetnya sebesar Rp. 1,0 miliar dengan realisasi Rp. 1,5 miliar atau 158,66 persen;( 4). Badan Pendidikan Sumber Daya Manusia-Kelautan dan Perikanan (BPSDM-KP) targetnya sebesar Rp. 959,2 juta dengan realisasi Rp. 2,2 miliar atau 262,82 persen; (5). Pusat Karantina Ikan (Puskari) target sebesar Rp. 5,43 miliar dengan realisasi Rp. 10,00 miliar atau 184,31 persen; dan (6). Ditjen. Pemasaran Pengolahan Hasil Perikanan (P2HP) targetnya sebesar Rp. 61,82 juta dengan realisasi Rp. 307,64 juta atau 497,57 persen. Masih terbatasnya realisasi PNBP DKP tahun 2008, khususnya PNBP Sumber Daya Alam (SDA) yang targetnya sebesar Rp. 200 miliar dengan realisasi Rp. 77,40 miliar atau 38,70 persen berasal dari Pungutan Hasil Perikanan (PHP), Pungutan Pengusahaan Perikanan (PPP). dan Pungutan Perikanan Asing (PPA). Masih terbatasnya realisasi PNBP tersebut karena 4 (empat) faktor yaitu: Pertama, dampak penghapusan kapal-kapal asing yang beroperasi di Indonesia, berpengaruh terhadap penurunan realisasi PNBP di mana sekitar 75 persen PNBP SDA berasal dari kapal-kapal perikanan asing. Ketetapan ini adalah merupakan upaya DKP untuk menghambat illegal fishing dan memperkuat industri dan armada perikanan nasional, melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 25 Tahun 2008 tentang Usaha Perikanan Tangkap. Dalam peraturan tersebut, perusahaan asing boleh memiliki ijin tangkap ikan hanya bila mendaratkan hasil tangkapnya ke dalam negeri, dan mendirikan unit pengolahan di Indonesia; Kedua, kenaikan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) serta kondisi cuaca yang buruk mengakibatkan banyak pengusaha kapal mengalihkan usahanya ke sektor lain sehingga tidak memenuhi kewajibannya dalam membayar PHP; Ketiga, banyak kapal yang sudah tidak beroperasi lagi karena rusak, karam, dan sebagainya sehingga tidak melanjutkan izin usaha penangkapannya; dan Keempat, kurangnya kesadaran para pelaku usaha perikanan dalam pengurusan/memperpanjang ijin usaha perikanan.

Namun demikian, penerimaan di bidang kelautan dan perikanan secara nasional tidak hanya dapat dinilai dari PNBP saja, mengingat sumbangan sektor kelautan dan perikanan terhadap perekonomian daerah cukup besar. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan ekonomi di sentra-sentra kegiatan nelayan di pelabuhan perikanan dan pasar ikan, kegiatan perikanan di sentra-sentra budidaya, kegiatan pengolahan ikan serta penerimaan daerah melalui retribusi bidang kelautan dan perikanan sangat potensial, perizinan usaha/perdagangan perikanan, dan sertifikasi ekspor dan impor serta multiplier effect-nya yang perlu diperhitungkan.

Selain itu, berkurangnya kontribusi PNBP dari sub sektor perikanan tangkap merupakan konsekuensi kebijakan Pemerintah melakukan pengendalian perikanan tangkap. Kini pemerintah sedang berupaya untuk meningkatkan perikanan budidaya yang dapat dilihat meningkatnya secara signifikan produksi serta kontribusi perikanan budidaya terhadap PNBP.

Lembar Data

Target dan Realisasi PNBP DKP
No Unit Kerja Target Realisasi %
1 Ditjen Perikanan Tangkap
- SDA 200.000.000.000 77.404.162.800 38,70
- Non SDA 6.717.453.112 7.764.174.389 115,58
Total PNBP Tangkap 206.717.453.112 85.168.337.189 41,20
2 Ditjen Perikanan Budidaya 1.708.497.072 4.850.328.916 283,89
3 BRKP 1.004.300.000 1.593.599.910 158,68
4 BPSDM-KP 859.237.540 2.258.228.925 262,82
5 Puskari 5.430.437.807 10.009.005.463 184,31
6 P2HP 61.829.200 307.642.881 497,57
TOTAL 215.781.754.731 104.187.143.284 48,28

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan hubungi Soen'an Hadi Poernomo, Kepala Pusat Data, Statistik dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan

Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2009