Jerusalem (ANTARA News) - Pemimpin partai kanan-tengah Israel Likud Benjamin Netanyahu, Ahad malam, bertemu dengan Menteri Luar Negeri dan wanita pemimpin partai tengah Kadima Tzipi Livni di Jerusalem untuk membicarakan pembentukan pemerintah koalisi, demikian laporan harian lokal Ha'aretz.
Itu adalah untuk pertama kali kedua pejabat tersebut bertemu sejak pemilihan anggota parlemen Israel (Knesset) 10 Februari. Dalam proses itu, Livni dan Netanyahu mengaku menang.
Selama pertemuan tersebut, Netanyahu --yang telah diberi tugas membentuk pemerintah koalisi baru Israel-- diduga berusaha meyakinkan Livni agar bergabung dalam koalisi dibawah kepemimpinannya, kata Ha'aretz.
Netanyahu diduga bermaksud menawarkan kepada Livni "kemitraan penuh" dalam koalisi semacam itu, termasuk penetapan kata kerja sama dalam hukum dasar, serta tiga portofolio departemen utama --pertahanan, urusan luar negeri dan keuangan.
Livni, sebelum pembicaraan Ahad, mengatakan, partainya, Kadima, tak bersedia berkompromi pada jalurnya bagi perdamaian hanya dengan bergabung dalam koalisi.
"Pilihannya ialah antara kemajuan dan aktualisasi visi bagi dua negara buat dua bangsa atau kehilangan jalur kita dalam kenyataan ini," kata Livni kepada anggota partai Kadima, sebagai dikutip Ha'aretz.
"Jika kita berkompromi untuk menjadi mitra dalam satu pemerintah yang memiliki satu jalur yang bukan jalur kita, itu akan mengkhianati kepercayaan pemilih," kata pemimpin partai Kadima tersebut.
Dalam satu pernyataan yang disiarkan menyusul pertemuan faksi itu, anggota parlemen dari partai Kadima mengatakan, penerimaan kebijakan tengah partai tersebut mengenai masalah perdamaian dan dalam negeri adalah "syarat bagi (partai itu) bergabung dengan pemerintah persatuan apa pun".
Sementara itu, Netanyahu, Ahad, memperingatkan ia takkan bisa digertak dalam pembentukan pemerintah persatuan.
"Persatuan dapat dicapai melalui dialog, bukan dengan dikte, bukan dengan pergolakan bersenjata," kata pemimpin Likud itu. "Itulah yang akan kami lakukan hari ini --kami akan memulai upaya untuk bergabung tangan, pertama dengan Kadima, dan besok dengan Partai Buruh".
Ahad pagi, selama pertemuan mingguan kabinet, Perdana Menteri Ehud Olmert, yang meletakkan jabatan, mendesak Netanyahu agar membentuk pemerintah koalisi dengan cepat, dan menyeru semua faksi di Knesset agar melakukan perundingan koalisi secepat dan seefisien mungkin.
Olmert juga memuji keputusan Presiden Israel Shimon Peres untuk memberi tugas kepada Netanyahu guna membentuk pemerintah baru, dan mengatakan Israel memerlukan pemerintah yang kuat dan stabil guna mengatasi tantangan yang dihadapinya.
Pada Jumat, Peres secara resmi memberi kepercayaan kepada Netanyahu dengan tugas membentuk koalisi, 10 hari setelah pemilihan anggota parlemen.
Netanyahu, yang sebelumnya menjadi perdana menteri ke-9 Israel dari Juni 1996 sampai Juli 1999, kemudian memiliki waktu 42 hari guna membentuk kabinet koalisi. Sampai pemerintah terbentuk, Olmert --yang dipaksa meletakkan jabatan di tengah skandal korupsi-- akan tetap memangku jabatan sebagai perdana menteri sementara. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009