Pembangunan dan pengoperasian pabrik contoh ini diperkirakan akan memerlukan anggaran sekitar Rp 75 milyar per tahun

Jakarta (ANTARA) - PT Pertamina (Persero) bersama Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral (Balitbang ESDM), Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), PT Pupuk Indonesia, dan Institut teknologi Bandung (ITB) akan mendorong pembangunan pabrik percontohan bahan bakar nabati biohidrokarbon di area pabrik Pupuk Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan.

Pabrik ini akan memproduksi diesel biohidrokarbon, terutama Bioavtur J100 yang akan digunakan untuk uji properti, uji statik, dan uji terbang. Pabrik percontohan dirancang dengan kapasitas 1.000 liter diesel biohidrokarbon atau Bioavtur per hari.

Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman dalam keterangan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Rabu, menjelaskan setelah penandatangan Nota Kesepahaman, Pertamina dan ITB akan menyusun perencanaan dan kajian, monitoring, evaluasi teknis dan hukum untuk penelitian hingga strategi komersialisasi teknologi untuk optimalisasi pengembangan pemanfaatan BBN.

Rencana pembangunan pabrik contoh tersebut diawali dengan Nota Kesepahaman terkait Kerja Sama Penelitian dan Pengembangan Bahan Bakar Nabati (BBN) yang ditandatangani oleh Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati, Kepala Balitbang ESDM Dadan Kusdiana, Direktur Utama BPDP KS Dono Boestami, Direktur Utama Pupuk Indonesia Aas Asikin Idat, dan Rektor ITB Reini D Wirahadikusumah di Gedung Aula Barat, ITB di Bandung, Rabu, 4 Maret 2020.

“Selain menyusun perencanaan, Pertamina dan empat lembaga lainnya akan melakukan penguatan kompetensi sumber daya manusia dan alih teknologi dan ilmu pengetahuan antarinstansi,” katanya.

Di samping itu, kerja sama ini juga akan mendorong pembangunan pabrik percontohan Bahan Bakar Nabati (BBN) Biohidrokarbon di area pabrik Pupuk Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan.

Menurut Fajriyah, pabrik percontohan BBN biohidrokarbon tersebut dirancang untuk mengolah bahan baku berupa minyak nabati industrial (Industrial Vegetable Oil/IVO) menjadi diesel biohidrokarbon dan minyak laurat industrial (Industrial Lauric Oil/ILO) menjadi bioavtur.

“Pembangunan dan pengoperasian pabrik contoh ini diperkirakan akan memerlukan anggaran sekitar Rp 75 milyar per tahun,” tandasnya.

Baca juga: Kemenperin susun peta jalan pengembangan industri biofuel nasional

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2020