Jakarta (ANTARA News) - Kurs rupiah di pasar spot antarbank Jakarta, Senin pagi, turun mendekati angka Rp12.100 per dolar, karena tekanan pasar berlanjut, akibat aksi beli dolar oleh pelaku pasar terus terjadi.

Nilai tukar rupiah terhadap dolar menjadi Rp12.095/12.120 per dolar dibanding penutupan hari sebelumnya Rp11.960/11.975 atau turun 75 poin.

Direktur Retail Banking PT Bank Mega Tbk, Kostaman Thyayib, di Jakarta, mengatakan pasar masih didominasi aksi beli dolar menyusul menguatnya mata uang asing itu di pasar global.

Dolar terhadap yen naik tipis menjadi 93,48-53 yen dari sebelumnya 93, 25-35 yen di New York dan Euro diperdagangkan pada 1,2792-2797 dolar dan 119,58-63 yen terhadap 1,2820-2830 dolar dan 119,49-59 yen di New York.

"Kami memperkirakan rupiah akan tetap terpuruk, meski laporan bahwa pemerintah Indonesia berencana menerbitkan obligasi di luar negeri yakni di Jepang, setelah langkah pemerintah Jepang menjamin obligasinya mendapat respon pasar," katanya.

Menurut dia, posisi rupiah di level tersebut kemungkinan tidak akan berlangsung lama, karena Bank Indonesia (BI) akan masuk ke pasar melakukan intervensi, sehubungan BI menginginkan mata uang Indonesia berada pada angka Rp12.000 per dolar.

"Dengan masuknya BI ke pasar, maka rupiah akan kembali berada pada kisaran Rp12.000 sampai Rp12.050 per dolar, ujarnya.

Dikatakannya, akan masuknya dana segar dari para pengusaha Indonesia yang selama berada di luar negeri diharapkan akan dapat memicu rupiah kembali menguat.

Posisi rupiah yang saat ini di atas angka Rp12.000 per dolar AS akan dapat berubah hingga di level Rp11.000 per dolar, bahkan kalau dana segar itu masuk cukup besar maka posisi rupiah bisa di bawah Rp11.000 per dolar, katanya.

Selain itu, lanjut dia, apabila pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) berjalan dengan lancar akan mendorong pelaku asing kembali masuk ke Indonesia, karena pasar domestik masih sangat potensial bagi diperolehnya keuntungan yang lebih besar.

"Kami optimis pelaku asing akan kembali masuk pasar, setelah beberapa dari mereka menarik dananya untuk membeli obligasi Amerika Serikat yang dibutuhkan para vperusahaan AS untuk mendorong pertumbuhan ekonomi negaranya, katanya. (*)

Copyright © ANTARA 2009