Jakarta (ANTARA) - Ekonom Faisal Basri dihadirkan sebagai saksi ahli sidang dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat oleh PT Solusi Transportasi Indonesia (Grab Indonesia) di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), Rabu.
Sidang dipimpin Dinni Melanie selaku Ketua Majelis Komisi, didampingi M Afif Hasbullah dan Guntur Saragih selaku anggota majelis dimulai pada pukul 14.30 WIB, dihadiri juga oleh pengacara kondang Hotman Paris Hutapea sebagai kuasa hukum Grab.
"Siang ini, kita memanggil Faisal Basri selaku ahli yang diajukan oleh pihak terlapor," kata Dinni, saat membuka sidang di Kantor KPPU RI, Jakarta.
Setelah itu, Faisal Basri dipersilakan memperkenalkan diri, terutama dalam bidang keilmuannya sehingga kompeten dihadirkan sebagai saksi ahli dalam persidangan tersebut.
Dalam sidang itu, Hotman selaku kuasa hukum Grab Indonesia mengajukan serangkaian pertanyaan kepada saksi ahli, seperti apakah masyarakat Indonesia diuntungkan secara ekonomi dengan adanya aplikasi transportasi.
Faisal yang juga mantan komisioner KPPU itu menjawab masyarakat diuntungkan, baik sebagai pelaku usaha yang memanfaatkan kendaraannya untuk mencari uang maupun sebagai pengguna yang punya lebih banyak pilihan bertransportasi.
"Kalau dulu hampir setiap dua tahun, setiap ada kenaikan harga BBM niscaya ada kenaikan tarif taksi. Sekarang, tidak ada kenaikan tarif taksi meski BBM naik, harga suku cadang naik, karena lingkungan dan model bisnisnya berubah," katanya.
Faisal juga diminta penjelasan atas penafsiran sejumlah pasal pada UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, seperti Pasal 14.
Pasal 14 yang mengatur Integrasi Vertikal menyebutkan bahwa pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil pengolahan atau proses lanjutan, baik dalam satu rangkaian langsung maupun tidak langsung, yang dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha tidak sehat dan atau merugikan masyarakat.
"Pasal 14 (dibuat) agar tidak terjadi penguasaan dari hulu ke hilir oleh satu kelompok usaha tertentu sehingga mereka punya kemampuan besar untuk memengaruhi harga dan kuantitas, dan mengurangi persaingan," katanya.
Namun, Faisal mengatakan integrasi vertikal tidak mutlak dilarang selama ada "rule of reason" dan harus melalui pembuktian terkait dampak yang ditimbulkan, misalnya adanya kenaikan harga di pasar, merugikan masyarakat secara luas, dan keluhan dari kompetitor.
Sidang sempat diskors pukul 16.30 WIB untuk sholat Ashar, dan dilanjutkan kembali pukul 16.45 WIB untuk giliran para investigator menanyakan kepada saksi ahli.
Sebelumnya, dalam laporan gugatan pelanggaran perkara Nomor 13/KPPU-I/2019 yang dibacakan investigator, sejumlah temuan menyatakan Grab telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI (Teknologi Pengangkutan Indonesia), perusahaan penyedia layanan sewa mobil.
Mitra-mitra Grab yang menyewa kendaraan di perusahaan TPI disebut memperoleh keistimewaan dengan menjadi pengemudi prioritas, dan mitra independen diduga merasa dirugikan lantaran tidak memperoleh perlakuan yang sama dari Grab.
Atas permasalahan itu, setidaknya ada tiga pasal yang diduga dilanggar oleh Grab dan TPI, yakni Pasal 14 terkait integrasi vertikal, Pasal 15 ayat (2) terkait exclusive deal, dan Pasal 19 huruf (d) terkait dengan perlakuan diskriminatif dalam UU Nomor 5/1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Baca juga: Tiga terduga pembunuh sopir Grab asal Kudus ditangkap
Baca juga: Antisipasi Grab dan Gojek terkait virus coronaBaca juga: Antisipasi Grab dan Gojek terkait virus corona
Baca juga: Grab Ventures Velocity kembali hadir, percepat pertumbuhan "startup"
Pewarta: Zuhdiar Laeis
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2020