Jakarta (ANTARA) - Menteri Riset dan Teknologi (Menristek)/Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro mengatakan minat dalam diri seseorang merupakan salah satu faktor penting untuk menjadi scientist atau peneliti dalam pengembangan riset dan inovasi di Indonesia.
"Hal yang paling penting dari pengalaman pribadi serta pengalaman orang-orang yang akhirnya menjadi peneliti atau tidak menjadi peneliti, harus ada interes atau minat dari seseorang tersebut terlebih dahulu," kata dia di Jakarta, Rabu saat peluncuran Indonesia Science Expo (ISE) 2020.
Sehingga, walaupun seseorang jenius di bidang sains atau ilmu pengetahuan dan bahkan bisa dikembangkan menjadi peneliti terkemuka, tetapi jika tidak memiliki minat di bidang tersebut maka kegeniusan itu tidak dapat optimal dimanfaatkan dalam pengembangan penelitian di Tanah Air.
Ia mengatakan minat yang dimaksud tersebut tentunya tidak muncul seketika dengan begitu saja, melainkan mesti melalui proses. Hal itu kadang bisa berhasil, namun bisa juga tidak.
Baca juga: Menristek sebut Indonesia berpeluang kembangkan inovasi digital
Oleh sebab itu, kata dia, upaya yang mesti dilakukan oleh pemerintah termasuk peneliti ialah bagaimana agar talenta-talenta yang sudah punya minat tersebut bisa dikembangkan dengan serius sehingga bisa bergabung menjadi "talent pool" untuk pengembangan riset dan inovasi.
Di sisi lain, untuk dapat menarik minat seseorang secara psikologis, maka mau tidak mau ia harus menyukai dan mencintai hal-hal apa yang dikerjakan.
"Di sini harus ada unsur fun atau kesenangan. Jangan sampai melakukan pekerjaan yang menyiksa atau menyusahkan hidup. Tetapi, melakukannya ialah karena senang terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi," katanya.
Dengan adanya unsur kesenangan tersebut dinilai mampu membuat ilmu pengetahuan tidak menakutkan seperti yang dipikirkan serta dibayangkan banyak orang.
Baca juga: Menristek: Riset perguruan tinggi tingkatkan ekonomi masyarakat lokal
Baca juga: Menristek: Ibu kota negara yang baru gambarkan teknologi masa depan
Apalagi, saat ini merupakan masa dimana sains serta teknologi memang sudah seharusnya dibuat menyenangkan dan sefamiliar mungkin. Dengan kata lain sudah seharusnya meninggalkan paradigma manakut-nakuti terkait sulitnya memahami ilmu pengetahuan itu sendiri.
"Jadi istilah user friendly atau costumer friendly sudah harus dikedepankan setiap kali kita ingin menonjolkan sesuatu produk riset dan inovasi," ujar dia.
Hal senada juga disampaikan Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Laksana Tri Handoko mengatakan ISE merupakan ajang untuk membumikan sains bagi semua kalangan dan kelompok usia. Konten ISE 2020 akan banyak menampilkan science experience.
"Aktifitas sains harus diperkenalkan dalam bentuk yang lebih populer agar mudah dipahami," ujar dia.
Baca juga: Menristek: Litbang harus jadi kebutuhan swasta
Baca juga: BRIN tumbuhkan semangat berinovasi di Indonesia
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2020