Jombang (ANTARA News) - Pasien Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jombang.
"Sebelumnya Dimas asal Desa Ngusikan menjalani pengobatan di rumah Ponari. Namun setelah penyakit `meningo sefinitis` yang diderita bocah itu tambah parah, kedua orangtuanya membawa ke rumah sakit ini," kata Kasubid Pelayanan Medik RSUD Jombang, dr. Pudji Leksono, Sabtu (21/2).
Menurut dia, penyakit radang otak yang diderita bayi berusia 3,5 tahun itu sudah memasuki Stadium III. "Kami sudah melakukan pengobatan secara maksimal, namun takdir berkata lain," kata Ketua Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Cabang Jombang itu.
Apalagi bocah tersebut terlambat dibawa orangtuanya ke rumah sakit. "Orangtuanya sempat percaya dengan pengobatan yang dilakukan Ponari. Tapi begitu keadaannya bertambah parah, baru dibawa ke rumah sakit," katanya.
Tiga hari menjalani perawatan di rumah sakit milik Pemkab Jombang itu, Dimas mengembuskan nafas terakhirnya, Rabu (18/2) lalu, akibat radang otak yang dideritanya menjalar ke seluruh tubuhnya.
Meninggalnya bocah berusia 3,5 tahun itu menambah panjang daftar pasien Ponari yang tewas. Sebelumnya empat pasien Ponari tewas terinjak-injak di tengah antrean ribuan warga. Mereka adalah Marwi, warga Desa Ngronggot, Kecamatan Perak, Kabupaten Jombang; Nurul, warga Megaluh, Jombang; Rumiadi, warga Desa Sumberjo, Kecamatan Purwoasri, Kabupaten Kediri; dan Mukhtasor, warga Kanigoro, Kabupaten Blitar.
Oleh sebab itu IDI Jombang mengimbau masyarakat luas untuk bersikap dewasa terhadap pengobatan alternatif yang sifatnya hanya memberikan efek "placebo" atau penderita merasakan kenyamanan sesaat, walaupun penyakit yang dideritanya tidak hilang begitu saja.
Menurut dia metode pengobatan yang dilakukan Ponari dan pengobatan alternatif lainnya tidak bisa dipertanggungjawabkan secara medis. Bahkan jauh hari sebelumnya, IDI telah menyatakan, bahwa air yang dikonsumsi warga dari sumur Ponari tanpa dimasak terlebih dulu, tidak dijamin kebersihannya.
"Air dalam kemasan saja masih ada yang tidak sehat, apalagi air yang dicelup batu dan tangan Ponari. Siapa yang menjamin kebersihan tangan Ponari?" kata Pudji Umbaran.
Terlepas dari itu semua, hingga kini tempat praktik Ponari di Dusun Kedungsari masih tetap dipadati ribuan warga dari berbagai daerah. Bahkan pada jadwal prakti hari Sabtu dan Minggu (22/2), panitia yang dibentuk warga Desa Balongsari membatasi jumlah pasien, hanya 5.000 orang per hari.
Sebelumnya Kepolisian Resor (Polres) Jombang menutup tempat praktik dukun berusia sembilan tahun itu pada tanggal 10 Februari 2009 atau sehari setelah tragedi yang menewaskan empat orang pasien.(*)
Editor: Guntur Mulyo W
Copyright © ANTARA 2009