Jakarta (ANTARA News) - Ketua DPR, HR Agung Laksono menegaskan pihaknya menjamin Rancangan Undang Undang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi atau RUU Tipikor bisa dituntaskan sebelum masa jabatan anggota Dewan 2004-2009 berakhir.
Ia mengemukakan hal itu saat menerima sejumlah Hakim Ad Hoc, di antaranya Krisna Harahap, Lumme, Surya Jaya, I Made Hendra dan Hendra Yospin, sebagaimana diberitakan kanal resmi DPR, di Jakarta, Jumat.
Agung Laksono menambahkan, Dewan memang amat berkeinginan RUU Tipikor yang tengah dibahas bersama pemerintah dapat selesai sebelum berakhirnya masa bakti.
Dalam pertemuan yang juga dihadiri pimpinan Panitia Khusus (Pansus) RUU Tipikor,i Djuhad Mahja (Fraksi Partai Persatuan Pembangunan) dan M Nurdin (Fraksi PDI Perjuangan), Ketua DPR mengatakan pembahasan RUU tersebut sesungguhnya bukanlah hal mudah.
Apalagi, menurutnya, RUU tersebut diberi tenggat waktu sampai 19 Desember 2009.
Dikatakannya, untuk dapat menyelesaikan RUU Tipikor sebelum berakhir masa bakti, masa persidangan diperpanjang, sedangkan waktu reses dikurangi.
Inilah yang dikatakan Agung Laksono sebagai tidak mudah dari sisi waktu.
Ia juga menjelaskan, DPR menambah waktu masa sidang selama dua minggu dan mengurangi masa reses.
Diharapkan dengan hal itu, RUU Tipikor dapat selesai sebelum berakhirnya masa bakti DPR. Namun begitu, lanjutnya, pihaknya tidak bisa bekerja dengan dikejar target waktu, tetapi substansi lebih penting.
Sementara itu, Wakil Ketua Pansus RUU Tipikor, M Nurdin dalam pertemuan itu juga berharap, RUU ini dapat selesai sebelum berakhirnya masa jabatan.
Terkait dengan keberadaan Pengadilan Tipikor, menurutnya, pihaknya sepakat untuk tahap awal, sementara akan dibagi per wilayah atau regional.
Sedangkan Djuhad Mahja menilai, terbentuknya UU Tipikor tidak harus berpatokan pada tenggat waktu 19 Desember 2009.
Sebab, menurutnya, setelah tanggal tersebut, UU ini pun tetap bisa ada.
Sebenarnya, demikian Djuhad Mahja, penuntasan RUU Tipikor ini tidak harus tanggal 19 Desember 2009.
Dalam pertemuan itu, Krisna Harahap menilai, Pengadilan Tipikor tidak mungkin dibuat di setiap kabupaten maupun kota.
Ia beralasan, keuangan negara tidak akan cukup membiayai bila dibentuk di setiap kabupaten dan kota.
Karena itu, katanya, untuk tahap pertama, cukup di lima ibukota provinsi, yaitu Medan, Jakarta, Surabaya, Balikpapan dan Makassar.
Sementara itu, Surya Jaya berpendapat, bila RUU Tipikor selesai tepat waktu, eksistensi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat terselamatkan.
Sebab, menurut Surya Jaya, Pengadilan Tipikor bukan hanya kepentingan kelompok, tetapi negara. (*)
Copyright © ANTARA 2009