Jombang (ANTARA News) - Tempat praktik dukun cilik, Dewi Setiowati, di Dusun Pakel RT 06/RW IV, Desa Brodot, Kecamatan Kedungmulyo, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, Kamis, ditutup setelah meraup penghasilan hingga mencapai Rp50 juta.
Penutupan itu dilakukan oleh aparat desa setempat dengan dilatarbelakangi kekhawatiran adanya gejolak di masyarakat yang merasa tertipu oleh ulah Slamet (45), orangtua Dewi Setiowati.
"Tadi beberapa pejabat dari Jombang datang kemari dan meminta agar tempat praktik Dewi ditutup saja," kata Suparlin, selaku Ketua RT 06/RW IV Dusun Pakel.
Sebelumnya beberapa warga kecewa, lantaran jauh-jauh dari daerah asalnya menuju ke Dusun Pakel, tapi tidak bisa menemui gadis berusia 13 tahun itu. "Setelah datang ke sini, ternyata yang menemui bapaknya," kata Warsito, warga Sukomoro, Nganjuk.
Beberapa pasien yang datang ke rumah Dewi membandingkan cara pengobatan yang dilakukan Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang.
Dewi dan Ponari pun sama-sama menggunakan batu sebagai media pengobatan pasien. Hanya selama ini Dewi dikurung di dalam kamar rumahnya, sedang Slamet berperan memberikan air yang sudah dicelup batu oleh anaknya itu kepada para pasien. Sementara Ponari menemui pasien secara langsung.
Kendati ditutup total, namun sejak pukul 07.00 WIB hingga 13.30 WIB masih banyak yang mendatangi rumah Dewi yang berada di tepi Sungai Brantas itu. Bahkan rombongan asal Bangkalan, Madura, terpaksa membawa sisa air hujan yang menggenangi teras rumah Dewi, setelah gagal berobat.
Selama sehari penuh pintu rumah orangtua Dewi tampak tertutup rapat. Saat wartawan ANTARA mengetuk pintu rumah bercat hijau muda itu, seorang perempuan sempat membukanya, tapi buru-buru ditutupnya lagi.
Setelah diketuk untuk yang kedua kalinya, daun pintu samping rumah itu dibuka. Kali ini yang membuka Slamet sendiri. "Maaf, kami tidak buka praktik," kata pria yang selama ini bekerja "serabutan" itu.
Saat ditanya apakah penutupan itu karena adanya tekanan dari warga atau pihak lain, Slamet menggelengkan kepalanya. "Tidak ada. Hanya untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan," katanya sambil menutup kembali pintu rumahnya rapat-rapat.
Sementara itu Suparlin menambahkan, selama buka praktik sejak Senin (16/2) hingga Rabu (18/2), Dewi telah meraup pendapatkan hingga mencapai Rp50 juta. "Pada Hari Selasa saja pendapatannya bisa mencapai Rp24 juta. Lalu pada Hari Rabu sekitar Rp20 juta. Sedang Hari Senin, pihak keluarga yang menghitungnya," kata Ketua RT 06/RW IV Dusun Kedungsari yang bertindak sebagai ketua panitia penyelenggara itu.
Ia menyebutkan pada awal buka praktik, Senin (16/2) lalu, pihak keluarga Dewi tidak melibatkan warga setempat untuk membantu menertibkan pasien sehingga penghasilannya dihitung sendiri. Sedang dua hari berikutnya, Slamet melibatkan warga setempat.
"Untuk dua hari praktik pendapatan Dewi dibagi dua, yakni 70 persen untuk Dewi dan 30 persen untuk panitia. Sebenarnya kami tidak mewajibkan pasien membayar dengan tarif tertentu," kata Suparlin.
Menurut dia, pecahan uang yang dimasukkan dalam beberapa kotak yang ditempatkan di halaman rumah Dewi berkisar antara Rp1.000,00 hingga Rp10.000,00. "Saya lihat paling besar Rp10.000,00. Jarang sekali Rp20.000,00 ke atas," kata Suparlin.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009