Jakarta (ANTARA News) - Anda ingin terbebas dari kecanduan? Mungkin terapi Fokus Solusi layak dicoba. Syaratnya anda setidaknya harus benar-benar serius ingin terbebas dari kecanduan itu. Kalau pun hal ini sulit anda lakukan, terapis juga mempunyai cara-cara tertentu untuk menggiring pasien menyadari kenapa ia harus terbebas dari kecanduannya itu.

Cara terapi ini cukup sederhana, tanpa alat atau obat apapun. Terapi ini hanya mengenalkan pasien kepada tujuan yang ingin dicapainya. Dengan menyadari tujuan yang diinginkan, pasien kemudian dituntun untuk menyadari saat-saat dalam hidupnya dimana ia tidak kecanduan.

Cara yang sederhana ini, menurut salah seorang terapisnya Debbie Hogan dari Singapura, bisa langsung membebaskan pasien dari kecanduan dalam satu kali pertemuan saja.

Ungkapan ini juga dikuatkan terapis lainnya dari Amerika Serikat Matthew Selekman. Kedua terapis ini hadir di Indonesia atas undangan Kuningan Family & Community Center (KFCC) dan juga HOPE Wordwide Indonesia untuk memberikan pelatihan bagi para konselor di Indonesia.

Dengan terapi ini, kata Hogan, pasien disadarkan akan kemampuan dirinya sendiri bahwa mereka bisa melepaskan stigma atau label yang melekat dalam dirinya. Terapis dalam metode ini tidak akan menunjukkan tehnik-tehnik atau trik untuk keluar dari kecanduannya. Terapis hanya akan melakukan tanya jawab untuk mengetahui apa saja yang dinginkan pasien.

Dari tanya jawab itu, si pasien kemudian digiring untuk menyadari saat-saat atau kondisi ketika mereka bisa melepaskan dari kecanduan. Prinsip dalam terapi ini adalah bahwa seorang pecandu tidak akan selamanya ketagihan, pasti ada saat-saat tertentu dalam hidupnya dimana pasien bisa menjalani kehidupan secara normal

Saat-saat itu yang kemudian diingatkan kepada pasien bahwa mereka sebenarnya bisa hidup secara normal tanpa kecanduan.

Hogan mengisahkan pengalamannya ketika menangani seorang yang mengaku kecanduan berbelanja sehingga tagihan kartu kreditnya membengkak dan istrinya kemudian minta bercerai. Ketika menangani pasien tersebut, Hogan juga sempat ragu apakah mampu membantu melepaskan pasien tersebut dari kecanduannya.

"Dia datang dengan beban yang begitu berat dan mengatakan sudah tiga terapis didatangi dan semuanya belum mampu memberikan jalan terbaik," katanya.

Hogan kemudian bertanya apa yang dinginkan pasiennya itu. Si pasien kemudian mengatakan bahwa ia ingin terbebas dari kecanduannya itu. Proses ini kemudian berlanjut dan ternyata ada pengakuan dari pasien bahwa ia pernah bisa menahan diri untuk berbelanja dan juga pernah mengembalikan barang yang sudah dibelinya.

Ketika mengetahui hal tersebut, Hogan kemudian balik bertanya bahwa kalau begitu si pasien bukan seorang pecandu belanja. Seorang pecandu belanja, kata Hogan, pasti akan selalu belanja atau membeli barang-barang.

"Dia baru menyadari itu dan kemudian ketika proses tanya jawab selesai, si pasien langsung menjabat tangan saya dengan penuh percaya diri, dan pergi meninggalkan ruangan dengan tegak tanpa beban lagi," kata Hogan. Semua proses itu selesai dalam satu kali pertemuan saja.

Lain lagi pengalaman Selekman ketika menangani seorang pelajar yang menjual narkoba dan diharuskan mengikuti terapi. Si pasien bisa berubah melalui proses tanya jawab setelah ia mengemukakan bahwa dirinya ingin memperbaiki hubungan dengan orang tuanya yang juga bermasalah serta pemabuk.

Dalam tiga kali terapi, ternyata si pasien bisa berubah bahkan orang tuanya juga kaget karena ternyata anaknya bisa berubah. Hubungan keduanya pun kini lebih baik.

Mengenai penggunaan obat atau alat apapun, Hogan mengatakan, terapi yang digunakannya bisa merupakan kombinasi dengan terapi lainnya. Artinya seorang pasien narkoba selain menggunakan metode ini, juga bisa menggunakan metode lain untuk mengeluarkan racun-racun dari tubuhnya.

"Kita tidak bersaing dengan metode terapi lain, karena itu pasien bisa kemana saja untuk mengurangi atau melakukan detoks," katanya.

Sementara itu Pendiri KFCC, Vania MN Djohan mengatakan, pihaknya akan menggunakan metode ini tidak saja untuk masalah kecanduan, tapi juga untuk perbaikan hubungan suami istri atau keluarga bahkan juga masalah trauma akibat bencana. (*)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009