Jombang (ANTARA News) - Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Jombang, Jawa Timur, memfasilitasi Ponari untuk memudahkan dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megalih itu dalam menjalankan praktik pengobatan.
"Dalam waktu dekat, kami akan membuat tandon air di rumah Ponari untuk memudahkan dia dalam memberikan penobatan kepada masyarakat," kata Bupati Jombang, Suyanto, di Jombang, Kamis.
Selama ini warga rela antre berhari-hari di rumah Ponari untuk mendapatkan seteguk air yang telah dimasuki batu yang didapat bocah berusia sembilan tahun itu saat nyaris tersambar petir.
Selanjutnya air yang ditampung dalam tandon itu akan dialirkan melalui beberapa keran di sekitar rumah Ponari. "Selain untuk memudahkan Ponari, adanya tandon air itu juga untuk menghindari jatuhnya korban jiwa akibat berdesak-desakan saat mengantre," katanya.
Sebelumnya sudah ada empat orang meninggal dunia dan belasan lainnya luka-luka akibat terinjak-injak saat mengantre di depan rumah Ponari. "Nantinya jangan ada lagi yang terinjak-injak karena tidak tertib saat mengantre," kata Bupati.
Menanggapi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur yang melarang masyarakat untuk berobat di rumah Ponari karena bisa menimbulkan kemusyrikan itu, Suyanto meminta MUI melihat langsung kondisi di lapangan.
"Sampai sekarang masyarakat masih saja datang ke rumah Ponari secara bergelombang, meski sudah ada larangan. Oleh sebab itu, MUI juga harus melakukan pencerahan kepada masyarakat," kata kader Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu.
Pernyataan senada juga dilontarkan Ketua DPRD Kabupaten Jombang, Halim Iskandar. "MUI tidak bisa mengeluarkan fatwa syirik begitu saja, karena syirik itu tidak hanya bisa terjadi pada pasien Ponari. Pasien dokter yang sangat meyakini obat yang diberikan dokter dapat menyembuhkan penyakit juga bisa menimbulkan kemusyrikan," katanya.
Fungsionaris Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jombang itu menyarankan, MUI melakukan pengkajian secara mendalam terlebih dulu sebelum mengeluarkan fatwa syirik atas metode pengobatan yang dilakukan Ponari.
"Fenomena ini alamiah, artinya jika dalam kurun waktu tertentu ternyata air yang diberikan Ponari tidak bisa menyembuhkan penyakit, maka masyarakat pun akan meninggalkannya dengan kesadaran sendiri tanpa disuruh orang lain atau pengaruh Fatwa MUI," kata saudara kandung Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar, itu. (*)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2009