Jombang (ANTARA News) - Muhammad Ponari, dukun cilik asal Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, terancam tidak naik kelas setelah hampir sebulan meninggalkan bangku sekolah karena kesibukannya mengobati para pasien.

"Sudah hampir sebulan ini dia tidak sekolah. Kalau terus-terusan membolos dia bisa tidak naik kelas," kata Wali Kelas III SD Negeri Balongsari 1, Suparlik, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis.

Sejak tenar setelah mampu mengobati berbagai penyakit dengan menggunakan batu yang diperolehnya saat tersambar petir beberapa waktu lalu, bocah berusia 13 tahun itu meninggalkan kewajibannya bersekolah.

Bangku yang biasa ditempati di ruang Kelas III tampak kosong. Namun demikian di bangku itu kini terdapat secarik kertas bertuliskan "Ponari". Tulisan itu dibuat oleh teman sekelasnya.

"Sudah lama nggak ketemu dia. Sebenarnya teman-teman kangen dan berharap dia kembali bersekolah," kata Angga, teman sebangku Ponari di Kelas III SD Negeri Balongsari 1.

Seharusnya pada saat sedang tidak buka praktik pada hari Kamis dan Jumat, Ponari bisa bersekolah lagi. "Bulan depan sudah ada ujian. Kasihan kalau dia nggak masuk terus, bisa ketinggalan banyak pelajaran," kata Suparlik.

Saat wartawan ANTARA berkunjung ke rumahnya di Dusun Kedungsari, Kamis sore, rumah kedua orangtua Ponari, Kamsin dan Mukaromah tertutup rapat. Hanya ada beberapa anak kecil dan kerabat serta petugas keamanan yang duduk-duduk di halaman rumah tersebut.

Sementara warga yang hendak berobat, hanya bisa memandangi rumah Ponari dari kejauhan karena halaman rumah tersebut tertutup rapat.

Menurut Ketua Panitia Penyelenggara, M. Anang Bagus, bocah berusia sembilan tahun itu akan kembali buka praktik pada Sabtu (21/2) depan, namun jumlah pasiennya pun terbatas, yakni hanya 5.000 orang sesuai dengan kupon yang telah dibagikan sebelumnya. Padahal sebelumnya jumlah pasien bisa mencapai 10.000 hingga 20.000 orang per hari.

"Kami tak ingin insiden tewasnya empat orang di depan rumah Ponari kembali terulang. Makanya dalam sehari kami hanya bisa mengeluarkan 5.000 kupon, sambil terus melakukan evaluasi," katanya.
(*)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2009