Jakarta (ANTARA News) - Anggota Tim Pengawas Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (TP2LS), Setya Novanto mengatakan bahwa penyelesaian proses jual beli antara PT Minarak Lapindo Jaya dengan warga korban lumpur pemilik tanah harus diselesaikan secara arif.
"Jangan ada satu pihak pun yang merasa tertekan," kata Setya Novanto saat dihubungi di Jakarta, Kamis, menanggapi hasil pertemuan antara warga korban lumpur Lapindo Sidoarjo dengan pihak Minarak Lapindo Jaya yang difasilitasi pemerintah.
Menurut dia, warga juga mesti sadar bahwa krisis global telah membuat arus uang di Minarak untuk transaksi tersebut menjadi tersendat.
"Untuk sementara ini Minarak hanya punya uang untuk membeli tanah sebanyak Rp40 miliar sebulan, ya itu mesti diterima dengan sabar. Toh, sebelumnya (sebelum krisis finansial), jual beli berjalan lancar," lanjutnya.
Lebih jauh, ia menilai, dibutuhkan keterlibatan perbankan agar persoalan sosial itu segera selesai karena keterbatasan finansial yang dialami oleh Minarak saat ini bisa dijembatani oleh perbankan.
"Dengan demikian, maka keinginan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mempercepat proses jual beli bisa dijalankan," katanya. Selain itu, Novanto mengingatkan agar BPLS segera mempercepat pembangunan infrastruktur jalan tol Porong supaya roda ekonomi Jawa Timur bisa berjalan normal kembali.
"Jika ada persoalan yang menghambat, jangan ragu-ragu gunakan payung hukum yang ada," ungkapnya.
Sebelumnya General Manager PT Minarak Lapindo Jaya Imam Agustino mengatakan, kemampuan perusahaannya untuk membayar sisa pembelian lahan korban lumpur saat ini hanya Rp 40 miliar per bulan atau sekitar 40 persen dari yang dijanjikan.
"Dana ini akan kami salurkan tiap minggu hingga Desember nanti," ujar Imam dalam dialog dengan 160-an wakil korban yang datang dari Sidoarjo ke kantor Departemen Pekerjaan Umum di Jakarta, Rabu (18/2).
Imam beralasan, kemampuan keuangan perusahaannya jauh menurun karena hantaman krisis keuangan global.
"Setelah kami himpun kekuatan, saat ini dengan keadaan krisis maksimal per bulan Rp 40 miliar," ujarnya.
Ia mengaku maklum jumlah itu tak akan memuaskan para korban, yang pada 3 Desember tahun lalu sudah dijanjikan akan dibayar dengan cicilan masing-masing Rp 30 juta per bulan.
Dengan skema tersebut, kata Imam, selama ini kebutuhan pembayaran untuk para korban berkisar Rp100-120 miliar per bulan.
Petinggi Lapindo ini akhirnya didatangkan dalam pertemuan itu setelah para korban mendesak agar ada pihak perusahaan yang menjelaskan komitmen pembayaran mereka.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009
Bila berniat menyelesaikaan permasalahan ini dengan cepat, mestinya Lapindo menjual assetnya yang berharga....sehingga penderitaan masyarakat teratasi...