Semarang (ANTARA News) - Legal Resources Center untuk Keadilan Jender dan Hak Asasi Manusia (LRC-KJHAM) Semarang mendesak konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya segera disahkan menjadi hukum positif karena sangat dibutuhkan untuk perlindungan para buruh migran.
Direktur LRC-KJHAM Evarisan di Semarang, Kamis, saat ini memang sudah ada UU Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (PPTKILN). Namun, aturan itu hanya berlaku di dalam negeri tidak bisa diterapkan untuk negara tujuan buruh migran.
"Kalau konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya diadopsi Indonesia, maka perjanjian bilateral semakin kuat. Jadi kalau ada negara tujuan penempatan buruh migran yang melanggar akan berhadapan dengan mekanisme peradilan internasional," katanya.
Evarisan juga mendukung putusan DPR yang menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara untuk ditetapkan menjadi undang-undang.
"Jadi konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya dengan RUU tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara untuk ditetapkan menjadi undang-undang sama pentingnya," katanya.
Menurut Evarisan, setelah RUU tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara disahkan menjadi undang-undang, diharapkan konvensi perlindungan buruh migran dan keluarganya ikut menyusul disahkan.
"Jadi keduanya tidak bisa dipisahkan," katanya.
Sebelumnya, Selasa (17/2) dalam rapat paripurna, DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Pengesahan Protokol Menentang Penyelundupan Migran Melalui Darat, Laut, dan Udara untuk ditetapkan menjadi undang-undang.
Ruang lingkup protokol itu meliputi upaya pencegahan, penyelidikan, dan penuntutan tindak pidana yang bersifat transnasional dan melibatkan suatu kelompok pelaku tindak pidana terorganisasi, dan untuk perlindungan hak orang yang menjadi obyek tindak pidana ini.
Pasal 5 tentang Tanggung Jawab Pidana Migran dalam protokol menyebutkan, migran tak bisa dikenai tanggung jawab tuntutan pidana karena mereka adalah obyek dari tindak pidana yang ditetapkan protokol itu.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009