Mataram (ANTARA) - Rencana Pemerintah Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, untuk membangun titik kumpul di Lingkungan Pengempel Indah dan Gontoran, Kecamatan Sandubaya yang terdampak masif gempa bumi 2018, terancam batal, karena masyarakat tidak mau menjual tanahnya.
"Saya dengar bahwa warga pemilik tanah di sana tidak mau menjual tanahnya. Kalau pembatalan karena Bappeda belum ada konfirmasi ke saya," kata Kepala Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman (Disperkim) Kota Mataram HM Kemal Islam di Mataram, Selasa.
Baca juga: Wapres tinjau rumah tahan gempa untuk korban bencana di Mataram
Padahal, sambungnya, jika merujuk pada aturan yang ada, ketika pemerintah membutuhkan sebuah lahan untuk kepentingan masyarakat, maka pemilik lahan harus mau melepas tentunya dengan konsekswensi sesuai aturan dan ketentuan yang ada.
Akibat gempa bumi 2018, di Mataram ada lima lingkungan yang terindentifikasi terdampak masif gempa bumi Agustus 2018. Lima lingkungan itu adalah, Lingkungan Pengempel Indah dan Gontoran di Kelurahan Bertais, Lingkungan Tegal dan Jangkuk di Kelurahan Selagalas serta Lingkungan Kamasan di Kecamatan Selaparang.
Baca juga: BPBD Mataram terapkan sistem patroli pantau potensi bencana
Namun demikian, dari lima lingkungan itu yang paling banyak rumah warga terdampak dan masuk kategori rusak berat adalah di Lingkungan Pengempel Indah dan Gontoran sehingga menjadi prioritas untuk penataan kawasan tanggap bencana yang diusulkan tahun 2021.
Dikatakan, akibat gempa bumi sejumlah infrastruktur di kawasan tersebut mengalami kerusakan, antara lain jalan, drainase, instalasi pengelolaan air limbah milik masyarakat, dan jamban.
Baca juga: Imbauan waspada bencana disebarkan di Kota Mataram masuk penghujan
"Karena itulah, penataan kawasan terdampak gempa bumi dilakukan agar kawasan tersebut menjadi kawasan yang betul-betul tertata dengan baik dan kawasan tanggap bencana termasuk penyiapan titik kumpul," ujarnya.
Penyiapan titik kumpul ini, kata Kemal, merupakan perintah langsung dari Kementerian PUPR, dengan penyiapan lahan masing-masing sekitar 10 are.
Pembebasan lahan ini, menjadi tanggung jawab dari Pemerintah Kota Mataram, sementara intervensi fisik sepenuhnya dilaksanakan pemerintah pusat melalui program Kota Tanpa Kumuh (KotaKu).
"Jadi, kalau masyarakat tetap tidak mau menjual tanahnya. Program penataan kawasan tanggap bencana tetap dilaksanakan tapi tidak mengintervensi untuk penyiapan titik kumpul," katanya.
Pewarta: Nirkomala
Editor: Heru Dwi Suryatmojo
Copyright © ANTARA 2020