Kathmandu (ANTARA News) - Kekurangan toilet yang layak dan aman di lingkungan sekolah menjadi salah satu alasan bagi banyak siswi di Nepal untuk berhenti sekolah sebelum mereka mencapai jenjang pendidikan tingkat lanjutan, demikian laporan harian lokal The Rising Nepal, Selasa seperti dikutip Xinhua.
Menurut survei mengenai air dan kebersihan (WATSAN) yang dilakukan oleh organisasi swasta dan pemerintah dan UN HABITAT Water for Asian Cities Program Nepal, 59 persen sekolah swasta dan negeri di seluruh negeri itu tidak memiliki toilet, sehingga menambah angka siswi yang berhenti sekolah setiap tahun.
Angka siswi yang berhenti sekolah telah naik sebesar 6 persen dalam kurun waktu tujuh tahun. Angka siswi yang berhenti sekolah pada 2001 ialah 6,5 persen dan angka tersebut naik jadi 12,5 persen pada 2007, demikian isi satu laporan pemerintah.
Menurut laporan tersebut, meskipun 148.000 toilet dibuat setiap tahun di negeri itu, hanya 10 persen orang miskin memiliki akses ke toilet. Sebanyak 13.000 anak yang berusia di bawah lima tahun meninggal setiap tahun akibat penyakit yang menular melalui air seperti diare dan kolera, yang kebanyakan disebabkan oleh kesehatan dan kebersihan yang buruk.
Kamal Adhikari, pejabat di Bagian Kebersihan dan Lingkungan Hidup di bawah Departemen Pembuangan dan Pasokan Air mengatakan pasokan air bersih buat rakyat masih menjadi tugas sulit karena jurang pemisah antara air yang aman diminum dan kebersihan membentang lebar.
"Memenuhi sasaran bagi kebersihan adalah tantangan besar bagi Nepal," kata Adhikari sewaktu memberi orientasi kepada sebanyak 30 insan pers yang mewakili 25 media berbeda baru-baru ini.
Mengenai Sasaran Pembangunan Milenium (MDG), proporsi rakyat yang tak memiliki akses berkelanjutan ke air yang aman diminum dan kebersihan dasar mesti dikurangi sampai separuh paling lambat pada 2015. MDG bagi pasokan air dan air yang aman diminum serta kebersihan mesti dicapai sebanyak 90 persen pada penghujung 2015.
Adhikari mengatakan 54 persen penduduk di Nepal masih buang air besar di tempat terbuka. Akibatnya ialah orang kaya yang tinggal di Kathmandu dan pinggir lembah tersebut yang memiliki fasilitas modern akan air yang aman diminum dan kebersihan secara langsung atau tidak langsung terpengaruh akibat air minum yang tidak sehat dan tercemar, kata Adhikari.
Rajesh Manandhar, Koordinator Kesehatan dan Air di Water for Asian Cities Program-Nepal, menyatakan bahkan setelah MDG tercapai dalam bidang kebersihan, 1,8 miliar orang di dunia masih tak memperoleh akses ke kebersihan dasar.(*)
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2009