Jakarta (ANTARA News) - Wakil Ketua Komisi I DPR, Yusron Ihza Mahendra, di Jakarta, Rabu, mengingatkan Pemerintah RI agar memiliki agenda jelas dalam menyambut Menlu Hillary Clonton, dan tidak boleh bersikap mendua, apakah berpihak kepada Amerika Serikat atau China.
"RI harus punya agenda yang jelas dan komprehensif dalam pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Hillary Rodham Clinton. Dan juga tidak boleh lagi bersikap mendua, antara AS dan China, dua negara yang berada dalam rivalitas (ekonomi, politik, keamanan dll)," katanya kepada ANTARA.
Bagi Yusron Ihza Mahendar dkk di Komisi I DPR, ketidakjelasan sikap akan membuat RI dicurigai dan bahkan ditinggalkan, baik oleh AS ataupun China.
"Dipilihnya Asia sebagai wilayah pertama kunjungan Menlu Hillary Clinton, jelas menunjukkan bahwa Asia merupakan kawasan penting dalam kebijakan luar negeri AS di bawah Presiden Barack Obama," ujarnya.
Lebih dari itu, menurutnya, terpilihnya RI sebagai negara Asia yang dikunjungi, jelas pula menunjukkan negara kita ini merupakan prioritas.
"Selama beberapa dekade terakhir, Asia telah menjadi titik gravitasi pertumbuhan ekonomi dunia. Regionalisme di Asia juga mengalami perkembangan pesat, sejak ditetapkannya ARF dan bahkan sampai ke ratifikasi Piagam ASEAN oleh seluruh anggotanya," katanya meyakinkan.
Dengan diratifikasinya Piagam ASEAN, lanjutnya, telah membuat organisasi ini kini menjadi sebuah entitas yang solid dan absah.
<b>Tidak Punya Kejelasan</b>
Yusron Ihza Mahendar juga mengingatkan tentang posisi Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN yang patut menjadi alat tawar kuat (bargaining position) dalam menghadapi setiap konfgurasi diplomasi internasional.
"Jadi bahwa RI merupakan negara besar di ASEAN, ini sebuah keniscayaan. Tapi tak hanya itu, RI juga merupakan negara berpenduduk terbesar ke-4 di dunia dan sekaligus juga berpenduduk Muslim terbesar di dunia," tegasnya.
Karena itu, Yusron Ihza Mahendra kembali mengingatkan, RI penting, baik dalam masalah pasar, atau pun diplomasi.
"Tapi, ketidakjelasan sikap atau tempat berpihak, akan menisbikan posisi penting ini. Ingat, politik luar negeri bebas aktif, beda dengan netralitas," tandas salah satu Ketua DPP Partai Bulan Bintang (PBB) ini.
Dalam sejarah, menurutnya, kita pernah pro Rusia (Uni Soviet), juga China, lalu AS, sesuai kepentingan nasional di masing-masing era tersebut.
Ia lalu bertanya, manakah yang dipilih RI antara security, prosperity, national pride atau ideology, sebagai prioritas kepentingan nasional?
"Bung Karno memilih ideologi, lalu pak Harto pilih prosperity. Namun sejak berakhirnya era keduanya, kita telah menjadi bangsa yang tidak memilih dan tidak punya kejelasan," tandasnya. (*)
Copyright © ANTARA 2009