Jakarta (ANTARA News) - Partai Nasionalis Banteng Kerakyatan (PNBK) Indonesia menghidupkan kembali mimbar bebas partai politik untuk membahas berbagai persoalan kebangsaan dan kenegaraan sekaligus menanamkan ideologi partai kepada kader maupun simpatisan dan masyarakat.
Mimbar bebas PNBK Indonesia berlangsung setiap malam di Waroeng 26 yang berlokasi di halaman Kantor DPP PNBK Indonesia di Pejompongan Jakarta Pusat. Pada Selasa malam hadir Ketua Umum PNBK Indonesia Erros Jarot sebagai orator bersama beberapa pengurus cabang dan kecamatan PNBK Indonesia.
Kegiatan ini sudah berlangsung 10 malam dan akan terus diselenggarakan. Kegiatan ini, selain dihadiri kader dan simpatisan PNBK Indoensia, juga terbuka untuk masyarakat umum fan kader partai lain. Selain membahas masalah aktual, mimbar bebas juga untuk memperkuat dan menanamkan ideologi serta ajaran Bung Karno.
Akar Penyerbuan Kantor DPP PDI di Jl Diponegoro
Istilah mimbar bebas partai politik pertama kali muncul saat terjadi konflik internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1996. Saat itu, PDI terbelah dua, satu pihak kepengurusan di bawah Soerjadi yang diakui pemerintah dan di sisi lain pendukung Megawati Soekarnoputri yang menduduki Kantor DPP PDI di Jl Diponegoro Jakarta Pusat. Penyerbuan dilakukan untuk mengevakuasi dan membersihkan Kantor DPP PDI dari aksi mimbar bebas.
Pada mimbar bebas Selasa malam ini, Erros membahas berbagai persoalan aktual, seperti kenaikan harga kebutuhan masyarakat, keputusan Mahakamah Konstitusi (MK) terkait "parliamentary threshold", Capres dan Cawapres dan klaim-klaim partai politik serta hasil survei. PNBK Indonesia mencanangkan adanya perubahan dalam budaya politik di masyarakat.
Erros mengkritisi hasil survei bahwa Partai Demokrat (PD) akan memperoleh suara 20 persen pada Pemilu legislatif. Dia meragukan dan menduga angka 20 persen itu sebagai "planting information" kepada masyarakat.
Erros yang dikenal sebagai wartawan dan sutradara film itu mengemukakan, di saat Yudhoyono "teraniaya" pada tahun 2004, PD hanya memperoleh sekitar tujuh persen suara. Suasana saat ini berbeda dengan tahun 2004 dimana masyarakat telah mengetahui kinerja pemerintah.
Masyarakat telah menilai bahwa saat ini berbagai kebutuhan pokok mengalami kenaikan dan sejumlah persoalan belum tuntas. "Karena itu, saya perkirakan PD tidak akan memperoleh angka 20 persen," katanya.
Melanggar ketentuan pemilu bersiap hadapi amuk massa
Menurut dia, ada kemungkinan angka 20 persen itu sengaja "ditanam" di masyarakat sebagai strategi dan dalih untuk meraih kemenangan pada angka tersebut melalui cara-cara yang melanggar ketentuan.
Dia khawatir Pemilu 2009 merupakan awal dari masalah, bukan solusi dari munculnya masalah. Dia berharap, tidak akan terjadi gerakan ekstra parlementer. "Munculnya golongan putih (Golput) tidak akan menjadi masalah serius, tetapi yang bahaya justru amuk massa," katanya.(*)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009