Jakarta (ANTARA News) - Komisi XI DPR-RI akan memperjuangkan keberatan kontraktor dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2008 mengenai pajak atas penghasilan (PPh) dari kegiatan usaha jasa konstruksi.

"Kami menyadari sektor konstruksi menyerap banyak tenaga kerja tetapi agar sinkron usulan ini akan dibicarakan dengan Menteri Keuangan," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR-RI, Olly Dondokambey di Jakarta, Selasa, usai rapat tertutup dengan pengurus Asosiasi Kontraktor Indonesia (AKI).

Menurut Olly, pihaknya Selasa malam (17/2) akan melanjutkan rapat konsultasi dengan Menteri Keuangan diantaranya membahas keberatan pelaku jasa konstruksi untuk dicarikan solusi terbaik.

Menurutnya, solusinya harus saling menguntungkan (win-win solution) baik bagi pemerintah maupun kontraktor menyangkut dikenakannya tarif final 3 persen dari penghasilan bruto.

Olly mengatakan, Komisi XI dapat menerima keberatan AKI karena peraturan baru itu belum memperhitungkan kontrak kerja yang diperoleh sejak Januari sampai dengan Juli 2008 sebesar 3 persen final.

Kehadiran kontraktor memiliki peran penting disaat pemerintah tengah melaksanakan stimulus fiskal, mereka memberikan kontribusi besar terhadap alokasi dana stimulus sebesar Rp43 triliun, ujarnya.

Ketua AKI, Sudarto mengatakan, Komisi XI memahami masalah yang dihadapi sektor konstruksi karena dibelakangnya banyak industri yang terlibat sehingga kalau hancur yang terkena dampak akhirnya sektor industri.

Perusahaan penyedia jasa konstruksi tidak bermaksud menolak membayar pajak hanya saja disini disampaikan keberatan agar pemerintah dapat lebih arif dalam menegakkan peraturan.

Sebagai gambaran saat ini semua anggota AKI yang merupakan perusahaan kontraktor besar sudah melunasi PPh sebesar 3 persen yang sebenarnya memberatkan karena tidak melihat kerugian (final), ujarnya.

Dia mengharapkan persoalan ini bulan Februari 2009 sudah dapat diselesaikan dan ada dasar pembayaran atas PP No. 51 tahun 2008 yang seharusnya jangan diberlakukan surut.

Dia juga mengingatkan PPh final idealnya 2 persen karena jumlahnya lebih besar dibanding PP No.140 tahun 2000 yang menggunakan tarif progresif atas penghasilan netto.

Hal senada juga dikemukakan Sekjen AKI, Victor Sitorus yang mengatakan, kalangan kontraktor menyadari kewajiban membayar pajak akan tetapi jangan sampai mematikan industri konstruksi.

Dia mengatakan, pemerintah harus mengenakan peraturan secara adil untuk PPh sebelum Agustus 2008 yang masih kena tarif progresif dan setelah Agustus 2008 yang dikenakan pajak final.

Victor mengatakan, alasan PPh Final sebaiknya 2 persen (bukan 3 persen) karena dalam pekerjaan konstruksi terdapat sub-sub kontrak kerja yang kalau dikumpulkan semuanya final hasilnya banyak sekali.

"Sebenarnya idealnya 1,5 persen, akan tetapi diputuskan menjadi 2 persen saja tetapi final," ujarnya.

Menurutnya, jangan sampai dari sisi penerimaan pemerintah bagus akan tetapi sektor konstruksi tidak dapat berjalan karena pajak final ini tidak melihat apakah perusahaan rugi.

Dia juga memperhitungkan, apabila saat ini anggota AKI menguasai 70 persen pasar konstruksi di Indonesia apabila dikenakan PPh final 1,5 persen saja berarti sudah menyumbang Rp100 triliun kepada negara.(*)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2009