Yogyakarta (ANTARA News) - Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta bekerja sama dengan Swedia akan membangun jejaring dalam pemanfaatan dan pengolahan sampah (waste refinery/WR) di berbagai provinsi se-Indonesia. "Dalam implementasinya, kami akan menggandeng beberapa Pemerintah Daerah (Pemda), lembaga pemerintah, dan universitas dari seluruh Indonesia," kata Koordinator Tim Program WR Teknik Kimia UGM Dr Ir Siti Syamsiah di Yogyakarta, Selasa. Menurut dia, selain membentuk jaringan WR, juga akan dibuat dokumen rencana jangka panjang pengelolaan lingkungan dan limbah serta implementasinya untuk wilayah Indonesia khususnya yang terkait dengan implementasi UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang pengelolaan sampah. "Melalui jaringan WR diharapkan bisa berbagi pengalaman dalam bidang pengelolaan lingkungan dan limbah antarwilayah di Indonesia, serta menyusun rencana pengelolaan lingkungan dan limbah wilayah tersebut dengan dasar pengalaman dan pengetahuan," katanya. Ia mengatakan bahwa konsep WR merupakan paradigma baru dalam pengelolaan sampah. Sampah dinilai sebagai bahan baku potensial untuk diolah kembali sebagai produk bernilai tambah. "Sampah bisa dimanfaatkan sebagai energi sampai pada produk-produk "recycle". Untuk program tersebut, Swedia dipandang sebagai salah satu negara yang sangat berhasil dalam hal pengelolaan sampah," katanya. Atas keberhasilannya itu, Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik UGM menggandeng Swedia sebagai mitra untuk mengadopsi program tersebut dalam konteks kebutuhan dan masalah lokal di Indonesia. "Pengelolaan sampah di Swedia tidak hanya mampu mengolah sampah menjadi sumber energi seperti biogas dan energi listrik, tetapi juga telah mendorong masyarakat untuk bisa memilah sampah sehingga memiliki nilai ekonomis," katanya. Sementara itu, anggota Parlemen Kota Boras Swedia, Olle Engstron mengatakan, di Swedia, sekitar 40 persen limbah sudah diolah menjadi energi listrik dan bahan bakar bagi kendaraan bermotor. Namun, diperlukan waktu selama 30 tahun untuk melakukan proses pengolahan limbah menjadi energi. Menurut dia, lamanya waktu yang diperlukan Swedia dalam pengolahan sampah karena terkendala dengan pola pikir masyarakat saat itu yang belum terbiasa memilah sampah. "Kondisi di Swedia saat itu persis yang terjadi saat ini di Indonesia, masyarakat tidak terbiasa untuk memilah sampah, padahal memilah sampah akan mempermudah proses pengolahan sampah," katanya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009