Jakarta (ANTARA News) - Demokrasi akan sehat jika tumbuh budaya menagih janji pemimpin, agar para pemimpin tidak asal janji dan akan lebih bertanggung jawab dengan janjinya, kata Direktur Eksekutif Citra Publik Indonesia (CPI) Hendrasmo dalam keterangan tertulisnya Jakarta, Selasa, terkait soal iklan tagih janji yang dipersoalkan salah satu ormas.

Hendrasmo menyatakan, pihaknya memahami sepenuhnya keberatan ormas tertentu mengadukan iklan itu sebagai "black campaign" karena tidak mencantumkan pembuat iklan. Dengan slogan: Katakan Tidak Kepada Pemimpin Yang Tak penuhi Janji, iklan itu dituduh mendiskreditkan capres tertentu, yang digambarkan gagal memenuhi janjinya soal penurunan target kemiskinan.

Hendrasmo menolak dikatakan iklannya misterius, merusak demokrasi ataupun melanggar etika politik. Tak ada yang misterius dengan iklan itu ditinjau dari empat hal. Pertama, substansinya jelas berupa pendidikan politik. Iklan itu ke semua pemimpin yang sekarang ini ikut dalam pemilu. Pemilih harus diberdayakan menagih janji pemimpinnya. Jika pemimpin itu gagal memenuhi janjinya, pemilih dapat memprotesnya.

Kedua, data iklan ini juga jelas dan valid. Iklan itu tidak menggunakan data lain kecuali data yang diproduksi oleh lembaga pemerintah sendiri. Data pertama adalah janji capres tertentu yang tertuang dalam Peraturan tertentu mengenai target pemerintah, termasuk menurunkan angka kemiskinan. Data kedua yang digunakan adalah data BPS 2008. Data BPS menunjukkan bahwa janji yang tercantum dalam Peraturan itu belum tercapai.

Ketiga, prosedur penayangkan iklan itu juga sudah memenuhi semua syarat. Iklan itu tidak ditayangkan secara gelap tapi melalui media nasional secara resmi. Sebelum di bawa ke stasiun TV, iklan itu difilter dulu oleh Lembaga Sensor Film (LSF). Iklan itu lolos sensor. Setelah itu iklan itu diseleksi oleh TV yang bersangkutan. Jika ternyata bisa tayang, iklan itu berarti tidak dianggap masalah oleh TV yang bersangkutan.

Keempat, tak ada satupun ayat atau pasal mengenai periklanan atau mengenai kampanye yang dilanggar oleh iklan itu. Isi iklannya tidak mengadu domba. Tak ada keharusan pula di iklan itu mencantumkan adverstisernya (pengiklan).

Hendrasmo juga menyatakan bahwa iklan tersebut sama sekali bukan iklan salah satu parpol peserta Pemilu 2009 karena di iklan itu tidak ada logonya dan Citra Publik Indonesia memiliki banyak klien sejak pilkada.(*)


Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009