Surabaya (ANTARA News) - Anggota TNI, khususnya di jajaran Komando Armada RI Kawasan Timur (Koarmatim) dilarang berdiskusi atau berkomentar mengenai kontestan pemilu, meskipun hanya dengan keluarganya sendiri. "Dengan isteri atau suaminya saja tidak boleh berdiskusi atau memberikan penilaian terhadap parpol atau calon tertentu karena khawatir hal itu menyebar ke luar," kata Kadispen Koarmatim, Letkol Laut (KH) Drs Toni Syaiful di Surabaya, Selasa. Ia mengemukakan, jika seorang anggota Koarmatim berbicara dengan isteri atau suaminya yang mengarah pada penilaian atau komentar pada parpol atau calon tertentu dikhawatirkan bisa mempengaruhi orang lain. "Isteri atau suami anggota Koarmatim itu menilai kontestan pemilu berdasarkan atas penilaian anggota itu. Misalnya, seorang isteri prajurit berkata, menurut suami saya, calon itu begini atau begitu. Itu yang mempengaruhi netralitas TNI," katanya. Ia menjelaskan, semua larangan itu sudah diatur dan sudah disebarkan ke seluruh prajurit Koarmatim dalam bentuk buku saku yang dikeluarkan Mabes TNI. Ribuan buku saku itu saat ini sudah berada di tangan seluruh prajurit Koarmatim. "Karenanya tidak ada alasan prajurit itu tidak tahu mengenai aturan tersebut. Kalau melanggar, maka ada sanksinya sesuai UU No 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit," katanya. Menurut dia, pelanggaran mengenai netralitas ini bukan merupakan pidana, sehingga hukumannya berbeda. Untuk pelanggaran netralitas ini, hukumannya berupa teguran, penahanan ringan selama 14 hari atau penahanan berat selama 21 hari. "Meskipun terlihat ringan, namun dampak dari hukuman itu bisa banyak bagi prajurit, terutama bagi kelanjutan kariernya, misalnya kenaikan pangkat tertunda atau rencana sekolah bisa dibatalkan," katanya. Hal lain yang secara tegas diatur adalah, prajurit dilarang berada di arena penyelanggaraan pemilu, kecuali mereka yang memang resmi ditugaskan oleh satuannya untuk membantu polisi mengamankan jalannya pemilu. "Prajurit juga dilarang menyimpan dokumen, atribut atau benda lain dengan identitas kontestan tertentu di instansi militer, termasuk terlibat dalam kampanye atau membantu kandidat tertentu dalam bentuk apapun," katanya. Ia mengemukakan, semua itu juga bergantung pada kepala satuan atau komandan dari prajurit untuk terus menerus menyosialisasikan dan memantau prilaku bawahannya.(*)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009